Penulis: Mazin bin Abdul Karim Al-Farih
Berikut
  ini sepuluh wasiat untuk wanita, untuk istri, untuk ibu rumah tangga  
dan ibunya anak-anak yang ingin menjadikan rumahnya sebagai pondok yang 
 tenang dan tempat nan aman yang dipenuhi cinta dan kasih sayang,  
ketenangan dan kelembutan.
Wahai wanita mukminah!
Sepuluh
 wasiat ini aku persembahkan untukmu, yang dengannya engkau  membuat 
ridla Tuhanmu, engau dapat membahagiakan suamimu dan engkau  dapat 
menjaga tahtamu.
Wasiat Pertama: Takwa kepada Allah dan menjauhi maksiat
Bila engkau ingin kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada Allah!!
Sesungguhnya
 kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncangkan  kerajaan. Maka 
janganlah engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat  maksiat kepada Allah
 dan jangan engkau seperti Fulanah yang telah  bermaksiat kepada Allah… 
Maka ia berkata dengan menyesal penuh tangis  setelah dicerai oleh sang 
suami: “Ketaatan menyatukan kami dan maksiat  menceraikan kami…”
Wahai
 hamba Allah… Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu dan  menjaga 
untukmu suamimu dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan  mengumpulkan 
hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan  mengoyak hati dan
 mencerai-beraikan keutuhannya.
Karena
 itulah, salah seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap  keras dan
 berpaling dari suaminya, ia berkata “Aku mohon ampun kepada  Allah… itu
 terjadi karena perbuatan tanganku (kesalahanku)…”
Maka hati-hatilah wahai saudariku muslimah dari berbuat maksiat, khususnya:
-
 Meninggalkan shalat atau mengakhirkannya atau menunaikannya dengan  
cara yang tidak benar. Duduk di majlis ghibah dan namimah, berbuat riya’
  dan sum’ah.
- Menjelekkan dan mengejek orang lain. Allah berfirman:
“Wahai
 orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum  mengolok-olokkan kaum 
yang lain(karena) boleh jadi mereka (yang  diolok-olokkan) lebih baik 
dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan  janganlah wanita-wanita 
(mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh  jadi wanita-wanita (yang 
diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang  mengolok-olokkan).” (Al
 Hujuraat: 11)
-
 Keluar menuju pasar tanpa kepentingan yang sangat mendesak dan  tanpa 
didampingi mahram. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَحَبُّ الْبِلادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهُمْ وَأَبْغَضَ الْبِلادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهُمْ
“Negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.”1
- Mendidik anak dengan pendidikan barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada para pembantu dan pendidik-pendidik yang kafir.
- Meniru wanita-wanita kafir. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”2
- Menyaksikan film-film porno dan mendengarkan nyanyian.
- Membaca majalah-majalah lawakan/humor.
- Membiarkan sopir dan pembantu masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan mendesak.
- Membiarkan suami dalam kemaksiatannya.3
- Bersahabat dengan wanita-wantia fajir dan fasik. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ
“Seseorang itu menurut agama temannya.”4
- Tabarruj (pamer kecantikan) dan sufur (membuka wajah)
Wasiat kedua: Berupaya mengenal dan memahami suami
Hendaknya
 seorang istri berupaya memahami suaminya. Ia tahu apa yang  disukai 
suami maka ia berusaha memenuhinya. Dan ia tahu apa yang dibenci  suami 
maka ia berupaya untuk menjauhinya, dengan catatan selama tidak  dalam 
perkara maksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada  makhluk 
dalam bermaksiat kepada Al Khaliq (Allah Ta`ala). Berikut ini  
dengarkanlah kisah seorang istri yang bijaksana yang berupaya memahami  
suaminya.
Berkata
 sang suami kepada temannya: “Selama dua puluh tahun hidup  bersama 
belum pernah aku melihat dari istriku perkara yang dapat  membuatku 
marah.”
Maka berkata temannya dengan heran: “Bagaimana hal itu bisa terjadi.”
Berkata
 sang suami: “Pada malam pertama aku masuk menemui istriku,  aku 
mendekat padanya dan aku hendak menggapainya dengan tanganku, maka  ia 
berkata: ‘Jangan tergesa-gesa wahai Abu Umayyah.’ Lalu ia berkata:  
‘Segala puji bagi Allah dan shalawat atas Rasulullah… Aku adalah wanita 
 asing, aku tidak tahu tentang akhlakmu, maka terangkanlah kepadaku apa 
 yang engkau sukai niscaya aku akan melakukannya dan apa yang engkau  
tidak sukai niscaya aku akan meninggalkannya.’ Kemudian ia berkata: ‘Aku
  ucapkan perkataaan ini dan aku mohon ampun kepada Allah untuk diriku  
dan dirimu.’”
Berkata
 sang suami kepada temannya: “Demi Allah, ia mengharuskan aku  untuk 
berkhutbah pada kesempatan tersebut. Maka aku katakan: ‘Segala  puji 
bagi Allah dan aku mengucapkan shalawat dan salam atas Nabi dan  
keluarganya. Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang bila  
engkau tetap berpegang padanya, maka itu adalah kebahagiaan untukmu dan 
 jika engkau tinggalkan (tidak melaksanakannya) jadilah itu sebagai 
bukti  untuk menyalahkanmu. Aku menyukai ini dan itu, dan aku benci ini 
dan  itu. Apa yang engkau lihat dari kebaikan maka sebarkanlah dan apa 
yang  engkau lihat dari kejelekkan tutupilah.’ Istri berkata: ‘Apakah 
engkau  suka bila aku mengunjungi keluargaku?’ Aku menjawab: ‘Aku tidak 
suka  kerabat istriku bosan terhadapku’ (yakni si suami tidak 
menginginkan  istrinya sering berkunjung). Ia berkata lagi: ‘Siapa di 
antara  tetanggamu yang engkau suka untuk masuk ke rumahmu maka aku akan
 izinkan  ia masuk? Dan siapa yang engkau tidak sukai maka akupun tidak 
 menyukainya?’ Aku katakan: ‘Bani Fulan adalah kaum yang shaleh dan Bani
  Fulan adalah kaum yang jelek.’”
Berkata
 sang suami kepada temannya: “Lalu aku melewati malam yang  paling indah
 bersamanya. Dan aku hidup bersamanya selama setahun dalam  keadaan 
tidak pernah aku melihat kecuali apa yang aku sukai. Suatu  ketika di 
permulaan tahun, tatkala aku pulang dari tempat kerjaku, aku  dapatkan 
ibu mertuaku ada di rumahku. Lalu ibu mertuaku berkata  kepadaku: 
‘Bagaimana pendapatmu tentang istrimu?’”
Aku jawab: “Ia sebaik-baik istri.”
Ibu
 mertuaku berkata: “Wahai Abu Umayyah.. Demi Allah, tidak ada yang  
dimiliki para suami di rumah-rumah mereka yang lebih jelek daripada  
istri penentang (lancang). Maka didiklah dan perbaikilah akhlaknya  
sesuai dengan kehendakmu.”
Berkata
 sang suami: “Maka ia tinggal bersamaku selama dua puluh  tahun, belum 
pernah aku mengingkari perbuatannya sedikitpun kecuali  sekali, itupun 
karena aku berbuat dhalim padanya.”5
Alangkah
 bahagia kehidupannya…! Demi Allah, aku tidak tahu apakah  kekagumanku 
tertuju pada istri tersebut dan kecerdasan yang dimilikinya?  Ataukah 
tertuju pada sang ibu dan pendidikan yang diberikan untuk  putrinya? 
Ataukah terhadap sang suami dan hikmah yang dimilikinya? Itu  adalah 
keutamaan Allah yang diberikannya kepada siapa yang Dia  kehendaki.
Wasiat ketiga: Ketaatan yang nyata kepada suami dan bergaul dengan baik
Sesungguhnya hak suami atas istrinya itu besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرَا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya
 aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada  orang lain 
niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”6
Hak
 suami yang pertama adalah ditaati dalam perkara yang bukan  maksiat 
kepada Allah dan baik dalam bergaul dengannya serta tidak  
mendurhakainya. Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِثْنَانِ
 لا تُجَاوِزُ صَلاتُهُمَا رُؤُوْسُهُمَا: عَبْدٌ آبَق مِنْ  مَوَالِيْهِ 
حَتَّى يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ
“Dua
 golongan yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu  budak 
yang lari dari tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka  kepada 
suaminya hingga ia kembali.”7
Karena
 itulah Aisyah Ummul Mukminin berkata dalam memberi nasehat  kepada para
 wanita: “Wahai sekalian wanita, seandainya kalian mengetahui  hak 
suami-suami kalian atas diri kalian niscaya akan ada seorang wanita  di 
antara kalian yang mengusap debu dari kedua kaki suaminya dengan  
pipinya.”8
Engkau termasuk sebaik-baik wanita!!
Dengan
 ketaatanmu kepada suamimu dan baiknya pergaulanmu terhadapnya,  engkau 
akan menjadi sebaik-baik wanita, dengan izin Allah. Pernah ada  yang 
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Wanita  
bagaimanakah yang terbaik?” Beliau menjawab:
اَلَّتِى تَسِرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلا تُخَالِفُهُ فِيْ نَفْسِهَا وَلا مَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
“Yang
 menyenangkan suami ketika dipandang, taat kepada suami jika  diperintah
 dan ia tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya dengan yang  tidak 
disukai suaminya.” (Isnadnya hasan)
Ketahuilah,
 engkau termasuk penduduk surga dengan izin Allah, jika  engkau bertakwa
 kepada Allah dan taat kepada suamimu, berdasarkan sabda  Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wasallam:
اَلْمَرْأَةُ
 إِذَا صَلَّتْ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَأَحْصَنَتْ  فَرْجَهَا، 
وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، فَلْتَدْخُلُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ  الْجَنَّةِ 
شَاءَتْ
“Bila
 seorang wanita shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadlan,  menjaga 
kemaluannya dan taat kepada suaminya, ia akan masuk surga dari  pintu 
mana saja yang ia inginkan.”9
Wasiat keempat: Bersikap qana’ah (merasa cukup)
Kami
 menginginkan wanita muslimah ridla dengan apa yang diberikan  (suami) 
untuknya baik itu sedikit ataupun banyak. Maka janganlah ia  menuntut di
 luar kesanggupan suaminya atau meminta sesuatu yang tidak  perlu. Dalam
 riwayat disebutkan “Wanita yang paling besar barakahnya.”  Wahai siapa 
gerangan wanita itu?! Apakah dia yang menghambur-hamburkan  harta 
menuruti selera syahwatnya dan mengenyangkan keinginannya? Ataukah  dia 
yang biasa mengenakan pakaian termahal walau suaminya harus  berhutang 
kepada teman-temannya untuk membayar harganya?! Sekali-kali  tidak… demi
 Allah, namun (mereka adalah):
أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةٌ، أَيْسَرُّهُنَّ مُؤْنَةً
“Wanita yang paling besar barakahnya adalah yang paling ringan maharnya.”10
Renungkanlah
 wahai suadariku muslimah adabnya wanita salaf  radliallahu ‘anhunna… 
Salah seorang dari mereka bila suaminya hendak  keluar rumah ia 
mewasiatkan satu wasiat padanya. Apa wasiatnya? Ia  berkata kepada sang 
suami: “Hati-hatilah engkau wahai suamiku dari  penghasilan yang haram, 
karena kami bisa bersabar dari rasa lapar namun  kami tidak bisa sabar 
dari api neraka…”
Adapun
 sebagian wanita kita pada hari ini apa yang mereka wasiatkan  kepada 
suaminya jika hendak keluar rumah?! Tak perlu pertanyaan ini  dijawab 
karena aku yakin engkau lebih tahu jawabannya dari pada diriku.
Wasiat
 kelima: Baik dalam mengatur urusan rumah, seperti mendidik  anak-anak 
dan tidak menyerahkannya pada pembantu, menjaga kebersihan  rumah dan 
menatanya dengan baik dan menyiapkan makan pada waktunya.  Termasuk 
pengaturan yang baik adalah istri membelanjakan harta suaminya  pada 
tempatnya (dengan baik), maka ia tidak berlebih-lebihan dalam  perhiasan
 dan alat-alat kecantikan.
Renungkanlah
 semoga Allah menjagamu, kisah seorang wanita, istri  seorang tukang 
kayu… Ia bercerita: “Jika suamiku keluar mencari kayu  (mengumpulkan 
kayu dari gunung) aku ikut merasakan kesulitan yang ia  temui dalam 
mencari rezki, dan aku turut merasakan hausnya yang sangat  di gunung 
hingga hampir-hampir tenggorokanku terbakar. Maka aku  persiapkan 
untuknya air yang dingin hingga ia dapat meminumnya jika ia  datang. Aku
 menata dan merapikan barang-barangku (perabot rumah tangga)  dan aku 
persiapkan hidangan makan untuknya. Kemudian aku berdiri  menantinya 
dengan mengenakan pakaianku yang paling bagus. Ketika ia  masuk ke dalam
 rumah, aku menyambutnya sebagaimana pengantin menyambut  kekasihnya 
yang dicintai, dalam keadaan aku pasrahkan diriku padanya…  Jika ia 
ingin beristirahat maka aku membantunya dan jika ia menginginkan  diriku
 aku pun berada di antara kedua tangannya seperti anak perempuan  kecil 
yang dimainkan oleh ayahnya.”
Wasiat
 keenam: Baik dalam bergaul dengan keluarga suami dan  
kerabat-kerabatnya, khususnya dengan ibu suami sebagai orang yang paling
  dekat dengannya. Wajib bagimu untuk menampakkan kecintaan kepadanya,  
bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat, bersabar atas kekeliruannya  
dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama tidak bermaksiat kepada
  Allah semampumu.
Berapa
 banyak rumah tangga yang masuk padanya pertikaian dan  perselisihan 
disebabkan buruknya sikap istri terhadap ibu suaminya dan  tidak adanya 
perhatian akan haknya. Ingatlah wahai hamba Allah,  sesungguhnya yang 
bergadang dan memelihara pria yang sekarang menjadi  suamimu adalah ibu 
ini, maka jagalah dia atas kesungguhannya dan  hargailah apa yang telah 
dilakukannya. Semoga Allah menjaga dan  memeliharamu. Maka adakah 
balasan bagi kebaikan selain kebaikan?
Wasiat ketujuh: Menyertai suami dalam perasaannya dan turut merasakan duka cita dan kesedihannya.
Jika
 engkau ingin hidup dalam hati suamimu maka sertailah dia dalam  duka 
cita dan kesedihannya. Aku ingin mengingatkan engkau dengan seorang  
wanita yang terus hidup dalam hati suaminya sampaipun ia telah  
meninggal dunia. Tahun-tahun yang terus berganti tidak dapat mengikis  
kecintaan sang suami padanya dan panjangnya masa tidak dapat menghapus  
kenangan bersamanya di hati suami. Bahkan ia terus mengenangnya dan  
bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang  
dihadapi. Sang suami terus mencintainya dengan kecintaan yang  
mendatangkan rasa cemburu dari istri yang lain, yang dinikahi  
sepeninggalnya. Suatu hari istri yang lain itu (yakni Aisyah radliallahu
  ‘anha) berkata:
مَا
 غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ؟ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ  
هَلَكَتْ قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي، لَمَّا كُنْتُ أَسْمَعُهُ  
يَذْكُرُهَا
“Aku
 tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Nabi  shallallahu 
‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal ia  meninggal 
sebelum beliau menikahiku, mana kala aku mendengar beliau  selalu 
menyebutnya.”11
Dalam riwayat lain:
مَا
 غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ  
وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ وَمَا رَأَيْتُهَا وَلَكِنْ كَانَ  
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا
“Aku
 tidak pernah cemburu kepada seorangpun dari istri Nabi  shallallahu 
‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal  aku tidak 
pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi  wasallam banyak
 menyebutnya.”12
Suatu kali Aisyah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau menyebut Khadijah:
كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلا خَدِيْجَةُ فَيَقُولُ لَهَا إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ
“Seakan-akan
 di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah?!” Maka  beliau berkata 
kepada Aisyah: ‘Khadijah itu begini dan begini.’”13
Dalam
 riwayat Ahmad pada Musnadnya disebutkan bahwa yang dimaksud  dengan 
“begini dan begini” (dalam hadits diatas) adalah sabda beliau:
آمَنَتْبِي
 حِيْنَ كَفَرَ النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْكَذَّبَنِي  النَّاسُ 
رَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْحَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي  اللهُ 
مِنْهَا الوَلَد
“Ia
 beriman kepadaku ketika semua orang kufur, ia membenarkan aku  ketika 
semua orang mendustakanku, ia melapangkan aku dengan hartanya  ketika 
semua orang meng-haramkan (menghalangi) aku dan Allah memberiku  rezki 
berupa anak darinya.”14
Dialah
 Khadijah yang seorangpun tak akan lupa bagaimana ia  mengokohkan hati 
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi dorongan  kepada beliau. 
Dan ia menyerahkan semua yang dimilikinya di bawah  pengaturan beliau 
dalam rangka menyampaikan agama Allah kepada seluruh  alam.
Seorangpun
 tidak akan lupa perkataannya yang masyhur yang menjadikan  Nabi 
merasakan tenang setelah terguncang dan merasa bahagia setelah  bersedih
 hati ketika turun wahyu pada kali yang pertama:
وَاللهُ
 لا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ  وَتَحْمِلُ 
الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ  الْحَقِّ
“Demi
 Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena  sungguh 
engkau menyambung silaturahmi, menanggung orang lemah, menutup  
kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau menolong setiap upaya  
menegakkan kebenaran.”15
Jadilah engkau wahai saudari muslimah seperi Khadijah, semoga Allah meridhainya dan meridlai kita semua.
Wasiat kedelapan: Bersyukur (berterima kasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan keutamaanya.
Siapa
 yang tidak tahu berterimakasih kepada manusia, ia tidak akan  dapat 
bersyukur kepada Allah. Maka janganlah meniru wanita yang jika  suaminya
 berbuat kebaikan padanya sepanjang masa (tahun), kemudian ia  melihat 
sedikit kesalahan dari suaminya, ia berkata: “Aku sama sekali  tidak 
melihat kebaikan darimu…” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah  
bersabda:
يَا
 مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ  اَهْلِ
 النَّارِ فَقُلْنَ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَمْ ذَلِكَ قَالَ  تُكْثِرْنَ 
اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ
“Wahai
 sekalian wanita bersedekahlah karena aku melihat mayoritas  penduduk 
nereka adalah kalian.” Maka mereka (para wanita) berkata: “Ya  
Rasulullah kepada demikian?” Beliau menjawab: “Karena kalian banyak  
melaknat dan mengkufuri kebaikan suami.”16
Mengkufuri kebikan suami adalah menentang keutamaan suami dan tidak menunaikan haknya.
Wahai
 istri yang mulia! Rasa terima kasih pada suami dapat engkau  tunjukkan 
dengan senyuman manis di wajahmu yang menimbulkan kesan di  hatinya, 
hingga terasa ringan baginya kesulitan yang dijumpai dalam  
pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan dengan kata-kata cinta yang memikat 
 yang dapat menyegarkan kembali cintamu dalam hatinya. Atau memaafkan  
kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan hakmu. Namun di mana  
bandingan kesalahan itu dengan lautan keutamaan dan kebaikannya padamu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا يَنْظُرُ اللهَ إِلَى امْرَأَةٍ لا تَشْكُرُ زَوْجَهَا وَهِيَ لا تَسْتَغْنِيَ عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada istri yang tidak tahu bersyukur kepada suaminya dan ia tidak merasa cukup darinya.”17
Wasiat kesembilan: Menyimpan rahasia suami dan menutupi kekurangannya (aibnya).
Istri
 adalah tempat rahasia suami dan orang yang paling dekat  dengannya 
serta paling tahu kekhususannya (yang paling pribadi dari diri  suami). 
Bila menyebarkan rahasia merupakan sifat yang tercela untuk  dilakukan 
oleh siapa pun maka dari sisi istri lebih besar dan lebih  jelek lagi.
Sesungguhnya
 majelis sebagian wanita tidak luput dari membuka dan  menyebarkan 
aib-aib suami atau sebagian rahasianya. Ini merupakan bahaya  besar dan 
dosa yang besar. Karena itulah ketika salah seorang istri  Nabi 
shallallahu ‘alaihi wasallam menyebarkan satu rahasia beliau,  datang 
hukuman keras, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersumpah  untuk 
tidak mendekati isti tersebut selama satu bulan penuh.
Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya berkenaan dengan peristiwa tersebut.
وَإِذْ
 أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا  
نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ  
عَنْ بَعْضٍ
“Dan
 ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah  seorang 
dari isteri-isterinya suatu peristiwa. Maka tatkala si istri  
menceritakan peristiwa itu (kepada yang lain), dan Allah memberitahukan 
 hal itu kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang  
diberitakan Allah kepada beliau) dan menyembunyikan sebagian yang lain.”
  (At Tahriim: 3)
Suatu
 ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam mengunjungi putranya Ismail,  namun 
beliau tidak mejumpainya. Maka beliau tanyakan kepada istri  putranya, 
wanita itu menjawab: “Dia keluar mencari nafkah untuk kami.”  Kemudian 
Ibrahim bertanya lagi tentang kehidupan dan keadaan mereka.  Wanita itu 
menjawab dengan mengeluh kepada Ibrahim: “Kami adalah  manusia, kami 
dalam kesempitan dan kesulitan.” Ibrahim ‘Alaihis Salam  berkata: “Jika 
datang suamimu, sampaikanlah salamku padanya dan  katakanlah kepadanya 
agar ia mengganti ambang pintunya.” Maka ketika  Ismail datang, istrinya
 menceritakan apa yang terjadi. Mendengar hal  itu, Ismail berkata: “Itu
 ayahku, dan ia memerintahkan aku untuk  menceraikanmu. Kembalilah 
kepada keluargamu.” Maka Ismail menceraikan  istrinya. (Riwayat Bukhari)
Ibrahim
 ‘Alaihis Salam memandang bahwa wanita yang membuka rahasia  suaminya 
dan mengeluhkan suaminya dengan kesialan, tidak pantas untuk  menjadi 
istri Nabi maka beliau memerintahkan putranya untuk menceraikan  
istrinya.
Oleh
 karena itu, wahai saudariku muslimah, simpanlah rahasia-rahasia  
suamimu, tutuplah aibnya dan jangan engkau tampakkan kecuali karena  
maslahat yang syar’i seperti mengadukan perbuatan dhalim kepada Hakim  
atau Mufti (ahli fatwa) atau orang yang engkau harapkan nasehatnya.  
Sebagimana yang dilakukan Hindun radliallahu ‘anha di sisi Rasulullah  
shallallahu ‘alaihi wasallam. Hindun berkata: “Abu Sufyan adalah pria  
yang kikir, ia tidak memberiku apa yang mencukupiku dan anak-anakku.  
Apakah boleh aku mengambil dari hartanya tanpa izinnya?!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan cara yang ma`ruf.”
Cukup bagimu wahai saudariku muslimah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ
 مِنْ شَرِ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ  
الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ  
أَحَدُهُمَا سِرُّ صَاحِبَهُ
“Sesungguhnya
 termasuk sejelek-jelek kedudukan manusia pada hari  kiamat di sisi 
Allah adalah pria yang bersetubuh dengan istrinya dan  istri yang 
bersetubuh dengan suaminya, kemudian salah seorang dari  keduanya 
menyebarkan rahasia pasanannya.”18
Wasiat terakhir: Kecerdasan dan kecerdikan serta berhati-hati dari kesalahan-kesalahan.
-
 Termasuk kesalahan adalah: Seorang istri menceritakan dan  
menggambarkan kecantikan sebagian wanita yang dikenalnya kepada  
suaminya, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang
  yang demikian itu dengan sabdanya:
لا تُبَاشِرُ مَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا
“Janganlah
 seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu ia  mensifatkan wanita 
itu kepada suaminya sehingga seakan-akan suaminya  melihatnya.”19
Tahukah engkau mengapa hal itu dilarang?!
-
 Termasuk kesalahan adalah apa yang dilakukan sebagian besar istri  
ketika suaminya baru kembali dari bekerja. Belum lagi si suami duduk  
dengan enak, ia sudah mengingatkannya tentang kebutuhan rumah, tagihan, 
 tunggakan-tunggakan dan uang jajan anak-anak. Dan biasanya suami tidak 
 menolak pembicaraan seperti ini, akan tetapi seharusnyalah seorang 
istri  memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya.
-
 Termasuk kesalahan adalah memakai pakaian yang paling bagus dan  
berhias dengan hiasan yang paling bagus ketika keluar rumah. Adapun di  
hadapan suami, tidak ada kecantikan dan tidak ada perhiasan.
Dan
 masih banyak lagi kesalahan lain yang menjadi batu sandungan  
(penghalang) bagi suami untuk menikmati kesenangan dengan istrinya.  
Istri yang cerdas adalah yang menjauhi semua kesalahan itu.
Footnote:
1Riwayat Muslim dalam Al-Masajid: (bab Fadlul Julus fil Mushallahu ba’dash Shubhi wa Fadlul Masajid)
2Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albany, lihat “Irwaul Ghalil“, no. 1269 dan “Shahihul Jami’” no. 6149
3Lihat kitab “Kaif Taksabina Zaujak?!” oleh Syaikh Ibrahim bin Shaleh Al Mahmud, hal. 13
4Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan gharib. Berkata Al Albany: “Hadits ini sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi.” Lihat takhrij “Misykatul Masabih” no. 5019
5Al Masyakil Az Zaujiyyah wa Hululuha fi Dlaw`il Kitab wa Sunnah wal Ma’ariful Haditsiyah oleh Muhammad Utsman Al Khasyat, hal. 28-29
6Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan Al Albany, lihat “Shahihul Jami`us Shaghir” no. 5294
7Riwayat Thabrani dan Hakim dalam “Mustadrak“nya, dishahihkan Al Albany hafidhahullah sebagaimana dalam “Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah” no. 288
8Lihat kitab “Al Kabair” oleh Imam Dzahabi hal. 173, cetakan Darun Nadwah Al Jadidah
9Riwayat Ibnu Nuaim dalam “Al Hilyah“. Berkata Syaikh Al Albany: “Hadits ini memiliki penguat yang menaikkannya ke derajat hasan atau shahih.” Lihat “Misykatul Mashabih” no. 3254
10Hadits lemah, diriwayatkan Hakim dan dishahihkannya dan disepakati Dzahabi. Namun Al Albany mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Illatnya pada Ibnu Sukhairah dan pembicaraaan tentangnya disebutkan secara panjang lebar pada tempatnya, lihatlah dalam “Silsilah Al Ahadits Ad Dlaifah” no. 1117
11Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
12Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
13Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
14Diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya 6/118 no. 24908. Aku katakan: Al Hafidh Ibnu Hajar membawakan riwayat ini dalam “Fathul Bari“, ia berkata: “Dalam riwayat Ahmad dari hadits Masruq dari Aisyah.” Dan ia menyebutkannya, kemudian mendiamkannya. Di tempat lain (juz 7/138), ia berkata: “Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani.” Kemudian membawakan hadits tersebut. Berkata Syaikh kami Abdullah Al Hakami hafidhahullah: “Mungkin sebab diamnya Al Hafidh rahimahullah karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Mujalid bin Said Al Hamdani. Dalam “At Taqrib” hal. 520, Al Hafidh berkata: “Ia tidak kuat dan berubah hapalannya pada akhir umurnya.” Al Haitsami bersikap tasahul (bermudah-mudah) dalam menghasankan hadits ini, beliau berkata dalam Al Majma’ (9/224): “Diriwayatkan Ahmad dan isnadnya hasan.”
15Muttafaq alaihi, diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Bad’il Wahyi” dan Muslim dalam “Kitabul Iman“
16Diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Al Haidl“, (bab Tarkul Haidl Ash Shaum) dan diriwayatkan Muslim dalam “Kitabul Iman” (bab Nuqshanul Iman binuqshanith Thaat)
17Diriwayatkan Nasa’i dalam “Isyratun Nisa’” dengan isnad yang shahih.
18Diriwayatkan Muslim dalam “An Nikah” (bab Tahrim Ifsya’i Sirril Mar’ah).
19Diriwayatkan Bukhari dalam “An Nikah” (bab Laa Tubasyir Al Mar’atul Mar’ah). Berkata sebagian ulama: “Hikmah dari larangan itu adalah kekhawatiran kagumnya orang yang diceritakan terhadap wanita yang sedang digambarkan, maka hatinya tergantung dengannya (menerawang membayangkannya) sehingga ia jatuh kedalam fitnah. Terkadang yang menceritakan itu adalah istrinya -sebagaimana dalam hadits dia atas- maka bisa jadi hal itu mengantarkan pada perceraiannya. Menceritakan kebagusan wanita lain kepada suami mengandung kerusakan-kerusakan yang tidak terpuji akibatnya.
2Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albany, lihat “Irwaul Ghalil“, no. 1269 dan “Shahihul Jami’” no. 6149
3Lihat kitab “Kaif Taksabina Zaujak?!” oleh Syaikh Ibrahim bin Shaleh Al Mahmud, hal. 13
4Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan gharib. Berkata Al Albany: “Hadits ini sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi.” Lihat takhrij “Misykatul Masabih” no. 5019
5Al Masyakil Az Zaujiyyah wa Hululuha fi Dlaw`il Kitab wa Sunnah wal Ma’ariful Haditsiyah oleh Muhammad Utsman Al Khasyat, hal. 28-29
6Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan Al Albany, lihat “Shahihul Jami`us Shaghir” no. 5294
7Riwayat Thabrani dan Hakim dalam “Mustadrak“nya, dishahihkan Al Albany hafidhahullah sebagaimana dalam “Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah” no. 288
8Lihat kitab “Al Kabair” oleh Imam Dzahabi hal. 173, cetakan Darun Nadwah Al Jadidah
9Riwayat Ibnu Nuaim dalam “Al Hilyah“. Berkata Syaikh Al Albany: “Hadits ini memiliki penguat yang menaikkannya ke derajat hasan atau shahih.” Lihat “Misykatul Mashabih” no. 3254
10Hadits lemah, diriwayatkan Hakim dan dishahihkannya dan disepakati Dzahabi. Namun Al Albany mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Illatnya pada Ibnu Sukhairah dan pembicaraaan tentangnya disebutkan secara panjang lebar pada tempatnya, lihatlah dalam “Silsilah Al Ahadits Ad Dlaifah” no. 1117
11Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
12Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
13Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
14Diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya 6/118 no. 24908. Aku katakan: Al Hafidh Ibnu Hajar membawakan riwayat ini dalam “Fathul Bari“, ia berkata: “Dalam riwayat Ahmad dari hadits Masruq dari Aisyah.” Dan ia menyebutkannya, kemudian mendiamkannya. Di tempat lain (juz 7/138), ia berkata: “Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani.” Kemudian membawakan hadits tersebut. Berkata Syaikh kami Abdullah Al Hakami hafidhahullah: “Mungkin sebab diamnya Al Hafidh rahimahullah karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Mujalid bin Said Al Hamdani. Dalam “At Taqrib” hal. 520, Al Hafidh berkata: “Ia tidak kuat dan berubah hapalannya pada akhir umurnya.” Al Haitsami bersikap tasahul (bermudah-mudah) dalam menghasankan hadits ini, beliau berkata dalam Al Majma’ (9/224): “Diriwayatkan Ahmad dan isnadnya hasan.”
15Muttafaq alaihi, diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Bad’il Wahyi” dan Muslim dalam “Kitabul Iman“
16Diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Al Haidl“, (bab Tarkul Haidl Ash Shaum) dan diriwayatkan Muslim dalam “Kitabul Iman” (bab Nuqshanul Iman binuqshanith Thaat)
17Diriwayatkan Nasa’i dalam “Isyratun Nisa’” dengan isnad yang shahih.
18Diriwayatkan Muslim dalam “An Nikah” (bab Tahrim Ifsya’i Sirril Mar’ah).
19Diriwayatkan Bukhari dalam “An Nikah” (bab Laa Tubasyir Al Mar’atul Mar’ah). Berkata sebagian ulama: “Hikmah dari larangan itu adalah kekhawatiran kagumnya orang yang diceritakan terhadap wanita yang sedang digambarkan, maka hatinya tergantung dengannya (menerawang membayangkannya) sehingga ia jatuh kedalam fitnah. Terkadang yang menceritakan itu adalah istrinya -sebagaimana dalam hadits dia atas- maka bisa jadi hal itu mengantarkan pada perceraiannya. Menceritakan kebagusan wanita lain kepada suami mengandung kerusakan-kerusakan yang tidak terpuji akibatnya.
(Sumber:
 الأسرة بلا مشاكل karya Mazin bin Abdul Karim Al Farih. Edisi  
Indonesia: Rumah Tangga Tanpa Problema; bab Sepuluh Wasiat untuk Istri  
yang Mendambakan “Keluarga Bahagia tanpa Problema“, hal. 59-82.  
Penerjemah: Ummu Ishâq Zulfâ bintu Husein. Editor: Abû ‘Umar ‘Ubadah.  
Penerbit: Pustaka Al-Haura’, cet. ke-2, Jumadits Tsani 1424H, dicopy  
dari http://akhwat.web.id)

Post a Comment