Kondisi Alutsista tersebut juga menggambarkan kondisi nyata radar pertahanan udara (radar hanud) kita saat ini, dimana umumnya radar hanud kita sudah berusia sangat tua dan jumlahnya terbatas, teknologinya juga ketinggalan zaman, juga diperparah dengan kualitas profesionalisme dan kesejahteraan prajurit yang tergolong masih rendah serta ketergantungan pada produk negara lain. Kondisi tersebut menyebabkan bahwa kekuatan pertahanan negara di bawah kekuatan pertahanan minimal.
Pada era globalisasi peranan radar dalam kehidupan manusia sangatlah tinggi. Indikasinya dapat dilihat dari betapa urgen kehidupan sipil dan kepentingan militer yang ditopang oleh radar. Penopangan kebutuhan tersebut terjadi pada sistem transportasi udara dan sistem senjata udara bergerak berkecepatan sangat tinggi. Melalui aplikasi demikian diketahuilah bahwa tanpa bantuan radar, kedua jenis sistem di atas tidak mungkin dapat menjalankan fungsinya dengan aman.
Khusus kegiatan militer terutama pada perang udara, maka radar menjadi pemegang peran sebagai mata sekaligus telinga baik dalam sistem pertahanan maupun sistem penyerangan udara. Radar menentukan tempat kedudukan sasaran serta memberi peringatan dini akan adanya sasaran yang membahayakan. Radar juga dapat digunakan sebagai sarana navigasi taktis (tactical navigation = Tacan) serta untuk ramalan cuaca. Mengingat kegunaan radar dalam kehidupan militer demikian banyak, seyogianyalah itu setiap prajurit TNI AU, khususnya Perwira wajib mengetahui sistem radar mulai prinsip kerja hingga perkembangan dan kegunaannya.
Penelitian ini mencoba membahas pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar pertahanan udara (hanud) dalam upaya mendukung percepatan kemandirian alutsista bagi optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kondisi-kondisi aktual sistem radar hanud seperti tersebut di atas dan semakin beratnya tantangan yang dihadapi oleh bangsa ini serta kompleksitas bentuk ancaman.
Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, beberapa permasalahan yang menonjol terkait kondisi alutsista saat ini antara lain :
a. Masih kurangnya jumlah radar hanud yang dimiliki khususnya untuk meng-cover wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bagian Timur.
b. Teknologi sistem radar sudah banyak yang ketinggalan zaman.
c. Belum adanya komitmen (political will) yang kuat dari pemerintah untuk membangun sistem radar hanud yang handal yang mampu meng-cover seluruh wilayah NKRI.
d. Kebijakan negara (pemerintah) belum menjadikan pertahanan negara sebagai prioritas
e. Keuangan negara terbatas sehingga anggaran pertahanan yang minim.
f. Banyak kebijakan pemerintah terkait optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara khususnya pengembangan alutsista, khususnya radar hanud belum terintegrasi.
g. Lemahnya koordinasi antar kenenterian dan Lembaga Pemerintaj Non Kementerian, Badan Usaha Milik Negera Industri Pertahanan (BUMNIP) dan industri nasional lainnya dalam mendukung perkembangan industri pertahanan
h. Kemhan dan TNI terlihat lebih senang impor alutsista, termasuk radar hanud dari luar negeri.
Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah dan batasan masalah seperti tersebut di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
a. Bagaimana kondisi sistem radar hanud, baik kuantitas maupun kualitas yang kita miliki saat ini?
b. Apakah kebijakan terkait modernisasi sistem radar hanud dan kemandirian alutsista yang ada saat ini sudah mampu mendukung optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara?
c. Bagaimana strategi pengembangan teknologi dan kebutuhan sistem radar hanud sehingga kemandirian alutsista dapat diwujudkan guna mendukung optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara ?
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif-analitis. Data yang digunakan dalam naskah penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer berupa wawancara dengan sejumlah pejabat Kohanudnas. Data sekunder diperoleh dari berbagai referensi, dokumen dan koran/majalah. Permasalahan pertama dan permasalahan kedua dilakukan analisis deskriptif terhadap data-data primer (wawancara) dan data sekunder (data dari dokumen, referensi dan sumber-sumber lainnya). Sedangkan untuk dapat menghasilkan alternatif strategi pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud sehingga kemandirian industri alutsista dapat diwujudkan (permasalahan ketiga) dalam rangka mendukung pertahanan negara dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT.
Pengertian dan Aplikasi Radar
Radar (Radio detection and ranging) yang berarti deteksi dan penjarakkan radio) adalah sistem yang digunakan untuk mendeteksi, mengukur jarak dan membuat map benda-benda seperti pesawat dan kapal. Istilah radar pertama kali digunakan pada tahun 1941, menggantikan istilah dari singkatan Inggris RDF (Radio Directon Finding).
Radar digunakan pada banyak kepentingan, baik oleh sipil maupun keperluan militer. Penggunaan radar bagi kepentingan sipil sebagai berikut :
a. Peralatan radar pada pesawat udara dapat memberikan informasi-informasi tentang keadaan permukaan bumi
b. Peralatan radar dalam kapal laut dapat memberikan informasi tentang letak dari kapalkapal laut yang lain, pelampung-pelampung yang terpasang, bukit, tanah.
Sedangkan bagi keperluan militer, penggunaan radar sebagai berikut :
a. Menolong pengarahan senjata-senjata di darat terhadap sasaran-sasaran di laut dan udara.
b. Menentukan posisi sasaran di permukaan bumi untuk pemboman dari pesawat udara pada saat cuaca gelap atau terdapat kesulitan untuk melihat.
c. Menentukan posisi pesawat atau sasaran yang bergerak bagi pesawat pemburu di malam hari.
Aplikasi Radar dibagi atas :
a. Aplikasi Komersial. Aplikasi komersial Radar merupakan penggunaan Radar bagi peningkatan keamanan, transportasi udara dan laut. Radar tersebut diantaranya : (1) Air Traffic Control Radar; (2)Ground Control Approach Radar; (3) Navigation Radar; (4)Ground Mapping Radar; (5) Terrain Following and Terrain Avordance radar dan (6) Weather radar.
b. Aplikasi Militer. Semua radar yang diaplikasikan secara komersial juga dipakai pada aplikasi militer, seperti : (1) Navigation Radar; (2) Surveillance radar; (3) Acquisition Radar; (4) Tracking Radar; (5) Homing Radar dan (6) Airborne Interception Radar.
c. Aplikasi Ilmiah. Penggunaan Radar sebagai alat ukur dalam penelitian oleh para ilmuwan telah meningkatkan tentang pengetahuan meteorologi, aurora, meteor dan benda-benda langit lainnya. Radar dapat mengendalikan satelit dan dapat digunakan untuk eksplorasi dirgantara. Dilain pihak, tehnik dan komponen yang dikembangkan telah menghasilkan microwave spectroscopy, radio astronomi dan radar astronomi.
Fungsi dan Kemampuan Radar Hanud
Dalam melaksanakan operasi hanus, setiap unsur mempunyai fungsi dan kemampuan masing-masing sesuai dengan tugas pokoknya. Untuk unsur radar, baik yang berfungsi sebagai Radar Early Warning (EW) maupun Radar Ground Controlled Interception (GCI) mempunyai tugas melaksanakan deteksi dini dan pengendalian intersepsi pesawat tempur sergap. Oleh karena itu radar hanud tersebut harus memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan.
Radar EW berfungsi sebagai sarana deteksi dini sasaran di udara. Sedangkan Radar GCI berfungsi sebagai sarana deteksi dini sasaran di udara dan pengendalian intersepsi pesawat tempur sergap.
a. Radar EW, terdiri dari antena, transmitter, receiver, processing, peralatan komunikasi dan peralatan pendukung. Radar EW mempunyai kemampuan sebagai berikut :
1) Primary Surveilance Radar (PSR). Mampu mendeteksi sasaran di udara sejauh mungkin di wilayah udara nasional dengan memancarkan gelombang elektromagnetis dan memanfaatkan signal echo yang dipantulkan sasaran dan diproses sampai menjadi data tampilan dari sasaran yang ditangkap.
2) Secondary Surveilance Radar (SSR). Mampu mendeteksi sasaran di udara bagi pesawat udara yang menggunakan transponder.
3) Menentukan posisi sasaran. Mampu menentukan posisi sasaran dalam 2 dimensi yaitu jarak dan azimuth atau 3 dimensi yaitu jarak, azimuth dan ketinggian sasaran.
4) Jarak jangkau :
a) PSR mampu mendeteksi sasaran sejauh 240 NM terhadap luas penampang sasaran (radar cross section) 12 M2 pada ketinggian 40.000 feet.
b) SSR mampu mendeteksi sasaran sejauh 240 NM terhadap sasaran bagi pesawat udara yang menggunakan transponder pada ketinggian 40.000 feet.
5) Azimuth mampu mendeteksi sasaran pada azimuth mulai dari 0o sampai dengan 360o.
6) Ketinggian, mampu mendeteksi sasaran pada ketinggian 1000 feet sampai dengan 60.000 feet atau lebih.
7) Pernika, mampu melaksanakan pencegahan dan perlawanan elektronika (gahwannika/ECCM).
8) Komunikasi, mampu berkomunikasi melalui jaringan komunikasi kodal, lasa, koordinasi dan informasi serta adminlog tanpa saling mengganggu dengan yang lainnya.
b. Radar GCI, terdiri dari antena, transmitter, receiver, processing, operational cabin (CRC), peralatan komunikasi dan peralatan pendukung. Radar GCI mempunyai kemampuan sebagai berikut :
1) PSR, mampu mendeteksi sasaran di udara dengan memanfaatkan pantulan gelombang elektromagnetis dan memanfaatkan signal echo yang dipantulkan oleh sasaran yang ditangkap.
2) SSR, mampu mendeteksi sasaran di udara/pesawat udara yang menggunakan transponder.
3) Menentukan posisi sasaran; mampu menentukan posisi sasaran di udara dalam 3 dimensi yaitu jarak, azimuth dan ketinggian.
4) Jarak jangkau :
a) PSR mampu mengendalikan intersepsi sampai dengan jarak jangkau 180 NM terhadap luas penampang sasaran (radar cross section) 2 M2 pada ketinggian 25.000 feet.
b) SSR mampu mendeteksi sasaran di udara sejauh 240 NM pada ketinggian 40.000 feet terhadap sasaran bagi pesawat udara yang menggunakan transponder.
5) Azimuth mampu mendeteksi sasaran pada azimuth mulai dari 0o sampai dengan 360o.
6) Ketinggian, mampu mendeteksi sasaran pada ketinggian 1000 feet sampai dengan 60.000 feet atau lebih.
7) Pengendalian intersepsi, mampu melaksanakan 2 intersepsi dalam waktu bersamaan di setiap console(sesuai kemampuan console dan GCI controller). Dalam pengendalian penyergapan menuju sasaran dan menuntun kembali ke pangkalan, dilaksanakan oleh GCI yang dilengkapi dengan komunikasi Ground to Air (GTA) 2 kanal setiap console.
8) Pernika, mampu melaksanakan pencegahan dan perlawanan elektronika (gahwannika/ECCM).
9) Komunikasi, mampu berkomunikasi melalui jaringan komunikasi kodal, Lasa, koordinasi dan informasi serta adminlog dan jaringan kodal dari darat ke udara (GTA) tanpa saling mengganggu dengan yang lainnya.
10) Komputer, mampu memproses dan menyajikan data untuk kebutuhan intersepsi secara otomatis.
Kemampuan Integrasi Radar Hanud
Integrasi radar bertujuan untuk menampilkan situasi udara secara real time di Posek Hanudnas (SOC) dan di Popunas (ADOC) menggunakan sarana stasiun bumi mini (SBM), fiber optic dan saluran Public Service Telephon Network (PSTN/Perumtel). Kemampuan integrasi radar meliputi :
a. Dapat dintegrasikan radar yang satu dengan lainnya, walaupun mempunyai karakteristik, tipe, merk dan spesifikasi yang berbeda dengan sistem yang sudah ada.
b. Data sasaran hasil deteksi radar dapat dikirim secara otomatis dan disajikan di Posek (SOC) secara real time menggunakan Air Defence System (ADS) dan Transmission Data Air Simulation System (TDAS).
c. Dapat dikembangkan atau di-up grade sesuai dengan kemajuan teknologi dan keinginan pengguna untuk mendukung operasi hanud.
Bukti Pentingnya Integrasi Radar Hanud Bagi Kepentingan Penerbangan Sipil.
Radar milik TNI AU ternyata merekam rute pergerakan pesawat Adam Air yang hilang di perairan Majene. Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) Marsekal Muda Eris Herryanto pada Seminar Radar Nasional (22 April 2007) menyatakan, bangkai pesawat itu ditemukan 1 mil dari posisi terakhir yang tercatat dalam sistem radar terintegrasi di Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas).
Sistem radar yang mampu merekam data penerbangan di wilayah udara nasional selama seribu hari itu adalah hasil integrasi yang dilakukan pakar lulusan Institut Teknologi Sepuluh November.
Staf Ahli Meteri Negara Riset dan Teknologi Richard Mengko menyatakan bahwa kemajuan dan pemanfaatan teknologi radar di bidang non-militer juga semakin luas. Beberapa kecelakaan pesawat udara dan keterbatasan radar untuk transportasi udara yang tak bisa bekerja optimal lagi adalah pelajaran untuk membenahi bidang itu. Keinginan bersama untuk meningkatkan kerja sama dengan lembaga penelitian dan pengembangan serta pergurun tinggi, juga industri pendukung, semakin penting diwujudkan.
Selanjutnya Masbah Siregar, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, menyatakan tuntutan kebutuhan radar di Indonesia saat ini tidak bisa ditunda lagi. "Radar sangat penting karena tak hanya menyangkut ketahanan, tapi juga keselamatan."
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Operasi Radar Hanud
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan operasi radar hanud adalah kondisi lingkungan, kualifikasi personil dan dukungan operasi radar.
Kuantitas dan kualitas personil operasi yang mengawaki harus memenuhi persyaratan sesuai fungsi masing-masing radar. Personil tersebut harus melalui pendidikan radar secara umum dan pendidikan kualifikasi khusus sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing (GCI controller, operator radar, operator radio, mekanik radar, mekanik radio, mekanik AC dan mekanik genset/diesel).
Kehandalan komunikasi merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam operasi hanud. Komunikasi disusun dalam jaring-jaring komunikasi kodal, lasa, koordinasi/informasi dan adminlog yang membentuk sistem komunikasi utama dan komunikasi cadangan. Sistem komunikasi utama menggunakan satelit, sedangkan sistem komunikasi cadangan menggunakan HF/VHF/UHF.
Pemeliharaan dan perbaikan radar memerlukan ketepatan dan kecepatan. Prosedur dan ketentuan dalam sistem pemeliharaan dan perbaikan merupakan faktor yang mempengaruhi kesiapan operasi radar. Pemeliharaan radar tingkat I dan II berada di Satuan Radar, sedangkan pemeliharaan tingkat III dan IV berada di Depo Pemeliharaan 50 Lanud Adisoemarno.
Kesiapan operasi radar hanud juga dipengaruhi oleh peralatan ancillaries seperti air conditioner, dehumidifier, air cooling, water cooling, air processing and regulation, automatic voltage regulator (AVR) dan uninterrupted power supply (UPS).
Untuk mempertahan kesiapan operasi yang tinggi perlu dukungan operasi radar sebagai berikut : (1) STL/genset; (2) BMP; (3) Fitness Personnel operasi radar; (4) Perlengkapan personil operasi radar; (5) Peralatan lamja; (6) Suku cadang dan (7) Ranmor.
Radar Dinyatakan Siap/Tidak Siap Operasi
· Radar siap operasi : Radar EW dan GCI yang memenuhi persyaratan operasi maksimal atau minimal, maka kondisi ini Radar “Serviceable” (S).
· Radar tidak siap operasi : Radar EW dan GCI yang tidak memenuhi persyaratan operasi minimal, maka kondisi ini Radar “Unserviceable” (US).
Perkembangan Teknologi Radar Hanud yang Dimiliki Indonesia Selama Ini.
Sejak ditemukan oleh Sir Robert Watson Wat (the Father of Radar) pada tahun 1932 sampai saat ini, radar telah mengalami perkembangan yang sangat cepat dibidang teknologinya. Perkembangan ini ditujukan pada penambahan efektifitas penggunaan dan penambahan efisiensi penggelaran dan perawatan serta peningkatan keandalan sistemnya. Sebagai ilustrasi, radar pertama hanya mampu menangkap sasaran dan hanya mampu menunjukkan sektor dimana sasaran itu berada. Sedangkan radar generasi modern mampu menangkap sasaran dengan menentukan koordinat sasaran secara akurat serta keuntungan lainnya.
Pesatnya perkembangan teknologi komponen elektronika, perkembangan teknologi gelombang mikro dan perkembangan teknologi komputer mendorong lajunya perkembangan teknologi radar. Pengaruh teknologi lain sangatlah kecil apabila dibandingkan dengan perkembangan teknologi tersebut di atas, dalam perkembangan teknologi radar. Oleh karena itu hanya pengaruh dari yang ketiga di atas yang akan ditinjau.
Radar Produksi Dalam Negeri Bukanlah Sebuah Mimpi
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri sekaligus membantu memaksimalkan pengawasan dan pengamanan negara, Indonesia memerlukan suatu sistem pengamanan terintegrasi yang diaplikasikan ke dalam bentuk radar. Selama ini teknologi radar dikuasai oleh pihak asing.
Analisis dan Pembahasan
Perkembangan teknologi komputer memberikan dampak revolusioner terhadap perkembangan teknologi radar. Dengan adanya perkembangan komputer, terjadi perubahan “state of the art” dari sistem radar. HaI ini berarti kemampuan sistem radar sebelum perkembangan teknologi komputer sangat berbeda dengan sesudahnya. Perbedaan ini terletak pada : 1) kemampuan ECCM; 2) kemampuan pengendalian pemancaran; 3) sistem desain indikator dan 4) sistem pemrosesan signal.
Dengan bantuan komputer, informasi yang diperoleh dari radar pun jadi meningkat sangat signifikan, dimana radar bisa mengukur kecepatan target dan menentukan bentuk target serta informasi lainnya. Jadi radar dengan sentuhan komputer bisa memberikan informasi sebagai berikut : 1) jarak dan azimuth; 2) kecepatan relatif; 3) sudut elevasi; 4) ukuran target; 5) bentuk target dan informasi lainnya.
Dalam teknologi antenapun terjadi suatu proses “anomali” yaitu proses yang sangat luar biasa dikaitkan dengan kepentingan militer. “Arry antena” yang merupakan antena kuno, disulap menjadi antena modern (planar arry antena) dengan perbaikan kharakteristik sebagai berikut :
· Side Lobes Suppression, dalam rangka meningkatkan “surviveability” radar dalam pengaruh ECM lawan.
· Antena tidak perlu digerakkan baik secara vertikal maupun horizontal, karena sudah terjadi “scanning beam”secara elektronik. Dengan demikian kesalahan karena kecepatan angin pada antena sudah tidak berlaku lagi (terutama untuk radar kapal laut).
a. Perkembangan Jenis Radar yang Pernah dan Masih Dioperasikan Kohanudnas.
Pada dasawarsa 60-an dan 70-an, wilayah udara dipantau dengan menggunakan radar-radar generasi pertama yang menggunakan teknologi tabung, antara lain radar Nysa (Polandia), Decca, Plessey (AWS II-Inggris) dan P-30 (Uni Sovyet). Meskipun teknologi yang dimiliki masih sangat sederhana dan hanya menyuguhkan bearing dan rangesaja pada console, namun dengan kemampuan deteksi rata-rata 120 NM sampai dengan 180 NM, keberadaan radar-radar tersebut cukup mampu memberikan informasi seluruh pesawat yang memasuki wilayah udara Indonesia, khususnya pulau Jawa.
Pada dasawarsa 80 sampai dengan 90-an sistem pertahanan udara dikembangkan dengan adanya pembangunan radar-radar Thomson di beberapa tempat, baik tipe TRS 2230 (Plannar) ataupun TRS 2215 (Hyperbolic). Berbeda dengan generasi terdahulu, radar-radar generasi ini sudah lebih modern. Walau masih menggunakan teknologi tabung, penunjukan sasaran sudah dalam 3 (tiga) dimensi (3D ; bearing, range, altitute). Dalam era ini radar sudah dapat di gelar ditempat yang berpindah-pindah (mobile). Penambahan sistem komunikasiground to air, sangat memudahkan pengendalian dan pemberian informasi adanya pesawat asing di sekitarnya. Penyampaian informasi posisi dan pergerakan lawan yang cepat dan akurat sangat membantu para penerbang melaksanakan misinya.
Pengiriman teknisi-teknisi ke India (Naya) dan Polandia dalam rangka melaksanakan alih teknologi, yang diharapkan nantinya mampu menangani permasalahan di seputar radar. Namun dengan berjalannya waktu teknologi berkembang dengan cepat, dan mulai meninggalkan masalah yang krusial dan kendala yang selama ini sulit terpecahkan. Kasus kekurangan dan langkanya suku cadang mulai menimbulkan kerusakan-kerusakan permanen yang sulit diatasi.
Antara tahun 1990 dan 2000-an, penambahan sista radar jatuh pada pilihan Plessey Commander, yaitu AR-325 dan AR-327, yang di gelar di Kosek II. Radar-radar ini merupakan generasi lanjutan dari Radar Plessey terdahulu. Dengan menggunakan teknologi layar datar dan TID (Touch Input Devices), penampilan console terlihat lebih simple. Pembangunan MROC (Multi Role Operation Centre) ada dalam satu paket dengan Radar Plesseygenerasi tersebut. Diharapkan MROC mampu berfungsi sebagai pengganti SOC, apabila terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Pada era 2000-an penggelaran radar lebih memilih type Master T untuk melengkapi kesiapan radar di tanah air dalam rangka memperkuat sistem pertahanan udara dan menutup seluruh wilayah udara NKRI.
Untuk dapat mengcover seluruh wilayah udara nasional memerlukan dana yang tidak kecil maka dibangunlah beberapa MCC (Military and Civil Coordination) yang berfungsi untuk mengintegrsikan Radar-Radar Hanud dengan Radar sipil. Dalam hal ini peranan TDAS (Trasmission Data Air Situation) juga sangat membantu proses integrasi tersebut. Dengan adanya TDAS ini situasi wilayah udara dapat di kirim ke Posek (Pusat Operasi Sektor) dan Popunas (Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional) secara real time. Sistem Komando Kendali Komputerisasi dan Informasi atau K3I, dibangun dan dikembangkan dengan sistem SBM.
Luasnya wilayah dirgantara, makin meratanya hasil-hasil pembangunan dan tersebarnya obyek vital yang harus diamankan, menuntut keberadaan Sista yang handal dan memadai, juga menuntut para personil yang mengawaki secara profesional dan disiplin, sehingga diperlukan suatu piranti yang dapat beroperasi terus menerus secara mantap, terpadu, responsive, efektif dan efisien dalam menjaga kedaulatan negara sepanjang tahun.
Sejak tahun 1962 (secara resmi Kohanudnas dibentuk), seluruh radar yang tergelar di wilayah Indonesia beroperasi di bawah komando Kohanudnas. Jenis radar yang pernah dan masih digelar di wilayah Indonesia adalah :
a. Radar Tipe NYSA – A dan NYSA – B (Polandia tahun 1960). Lokasi penempatannya adalah di Jakarta (JKT), Cikarang (CKR), Cibalimbing (CBL), Morotai (MRT), Ambon (ABN), Supadio (SPA), Makassar (MKS), Bula/Seram (BLL), Biak (BIK), Medan (MDN), Ploso (PLO), Ranai (RNI).
b. Radar Tipe P – 30 (Rusia tahun 1961). Lokasi penempatannya adalah di Palembang (PLB), Pekanbaru (PBU), Tanjung Pandan (TDN), Banjarmasin (BJM), Kalijati (KJT), dan Polek 02 (SLO).
c. Radar Tipe DECCA PLESSEY HF 200 (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya sebagian mengganti stasiun yang sudah ada di Ploso (PLO) dan penempatan baru di Tanjung Kait (TKT).
d. Radar Tipe DECCA PLESSEY FR (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya sebagian mengganti starion yang sudah ada di Ploso (PLO) dan penempatan baru di Cisalak (CSL). Fungsi radar ini untuk membantu penerbang menemukan landasan pacu yang di tuju (fighter recovery).
e. Radar Tipe DECCA PLESSEY HYDRA (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya menyempurnakan kondisi radar di Tanjungkait (TKT).
f. Radar Tipe DECCA PLESSEY LC (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya di Pemalang (PML) dan penempatan baru di Ngiyep (NLI).
g. Radar Tipe THOMSON THD – 047 (CSF Perancis tahun 1978). Lokasi penempatannya di Tanjung Pinang (TPI).
h. Radar Tipe THOMSON TRS – 2215 (CSF Perancis tahun 1981). Lokasi penempatannya di Ranai (RNI), Kupang (KPN), Dumai (DMI) Lhokseumawe (LSE).
i. Radar Tipe THOMSON TRS 2215 D (CSF Perancis tahun 1986). Lokasi penempatannya di Cibalimbing (CBL), Sabang (SBG), dan Sibolga (SBG).
j. Radar Tipe THOMSON TRS – 2230 (CSF Perancis tahun 1987). Lokasi penempatannya di Tanjungkait (TKT).
k. Radar Tipe Plessey AR – 325 Commander (Inggris tahun 1991). Lokasi penempatannya di Tarakan (TRK), Balikpapan (BPP) dan Kwandang (KWD). Meski masih menggunakan sistem tabung (TWT), sistem yang digunakan lebih praktis, sehingga tidak memerlukan pembesaran power secara bertingkat seperti yang digunakan Thomson TRS 2230 (CFA I dan CFA II).
l. Radar Tipe MASTER – T (Thales Perancis tahun 2005). Lokasi penempatannya di Biak (BIK) dan Tanjung Pinang (TPI). Radar tipe ini sudah menggunakan full solid state, sistem yang digunakan lebih simple tanpa mengurangi kemampuan deteksi radar itu sendiri. Dengan menggunakan sistem modul, proses pemeliharaan dapat dilaksanakan lebih mudah.
Pada umumnya untuk radar-radar lama mampu menangkap sasaran sejauh 120 NM. Namun hasil penangkapannya masih berupa informasi plot dalam bentuk RAW video yang sangat sederhana, deteksi lebih diutamakan pada arah datangnya ancaman saja. Pengukuran jarak dan ketinggian belum tersedia, dan dilaksanakan secara manual. Sementara kemampuan radar-radar baru dapat menangkap sasaran sampai 240 NM (SSR) dan 180 NM sampai dengan 250 NM (PSR tergantung mode yang dioperasikan), sudah menyajikan pengolahan sasaran dalam bentuk sintetic yang dilengkapi dengan bearing, range dan altitude secara otomatis. Penyediaan sarana untuk melaksanakan self maintenance, penyediaan BITE (Built In Test Equipment), random mode operational dan sarana gahwanika mulai dilengkapi.
Dengan adanya teknologi komputer dalam sistem radar, maka hampir seluruh radar generasi tahun 80-an ke atas sudah dapat diintegrasikan ke Pusat Operasi Pertahanan Udara baik di SOC/Posek maupunADOC/Popunas dengan menggunakan jaringan SBM/K3I dan VPNIP. Bahkan Sejak Tahun 1995 dimulai riset antara ITS Surabaya dan personel radar Kohanudnas untuk mengetahui protokol radar guna mengintegrasikan radar-radarsipil dan Militer dan pada tahun 2001 telah berhasil membuat/dibangun sistem TDAS (Transmission Data Air Situation), sehingga radar sipil maupun militer dapat diintegrasikan di Popunas dan secara real time, seluruh tangkapan radar dapat dimonitor dengan menggunakan sistem ini.
Kerjasama Sipil - Militer dalam Bidang Radar
Dimulainya kerjasama ITS dan TNI AU pada tahun 1995-an karena adanya kesulitan untuk mengintegrasikan dua radar antara radar Plessey yang dibuat Inggris dan radar Thomson buatan Perancis karena masing-masing pihak bertahan untuk kepentingan bisnisnya. Sehingga TNI AU/Kohanudnas berinisiatif untuk mengadakan riset dengan melibatkan ITS Surabaya dan Ahli radar Kohanudnas untuk mengetahui bagaimana informasi situasi udara tergambar dalam data radar, dan bagaimana “percakapan” (atau dikenal protokol) antara peralatan radar dan pemrosesnya saling berkomunikasi. Berkat ketekunan para peneliti muda ITS Surabaya perlahan tapi pasti mulai dapat menemukan kandungan informasi penting dalam data radar seperti identitas pesawat, posisi, kecepatan dan arah pergerakan pesawat yang kemudian dinamakan sistem TDAS (Transmission Data Air Situation). TDAS merupakan suatu sarana yang terdiri dari piranti lunak dan keras yang dapat dipergunakan sebagai media/monitor untuk menampilkan situasi wilayah udara dalam coverage radartertentu secara real time. Dengan menggunakan sarana ini semua data hasil deteksi radar baik sipil maupun militer dapat ditampilkan di Posek-Posek dan Popunas. Saluran yang digunakan untuk transmission adalah saluran SBM K3I,VPNIP/Lease Chanel. Secara singkat manfaat TDAS adalah sebagai berikut :
a. Dapat menampilkan situasi udara suatu wilayah di luar jangkauan radar militer dengan bantuan radar-radar sipil yang digelar di seluruh Indonesia secara real time.
b. Memperpendek/mempermudah proses identifikasi elektronik dengan bantuan korelasi dari MCC.
c. Hasil deteksi radar ditampilkan dalam real time, memungkinkan setiap pergerakan di udara dapat dipantau oleh Posek di masing-masing sector operation centre (SOC) sekaligus dapat di identifikasi jenis serta tujuan pergerakan tersebut.
d. Membantu liputan daerah-daerah yang tidak terliput oleh radar TNI AU dan memperpanjang jarak jangkau radar militer.
e. Sebagai sarana alternatif pengendalian pesawat tempur menuju sasaran, apabila terjadi kerusakan ataumalfunction pada radar militer.
Penggunaan Radar dalam Operasi TNI AU
Sejak awal tahun 1962, banyak operasi yang dilaksakan dengan melibatkan kekuatan pesawat terbang, baik pesawat angkut maupun pesawat tempur. Dengan demikian secara otomatis seluruh Satuan Radar yang dapat mengcover pergerakan operasi tersebut. Operasi radar yang pada awalnya hanya untuk mendeteksi arah datangnya musuh, meningkat menjadi sarana untuk penuntunan, penyergapan, penghancuran dan penyelamatan. Operasi yang melibatkan satuan radar secara langsung antara lain :
a. Operasi Garuda (15 Mei 1962). Merupakan operasi penuntunan serta fighter recovery pesawat-pesawat Dakota, B-25 Mitchell, Albatros, dan P–51 Mustang, misi operasi adalah penerjunan ke daerah Kaimana, Fakfak dan Sorong.
b. Operasi Serigala (17-19 Mei 1962). Merupakan operasi penuntunan Pesawat Dacota yang menerjunkan sebanyak 39 personil PGT di Sorong dan sekitarnya serta penuntunan C-130 Hercules yang menerjunkan 84 personil di Sorong-Teminabuan
c. Operasi Naga (26 Juni 1962). Merupakan penuntunan 3 buah pesawat C-130 Hercules dari Halim Perdana Kusuma menuju Merauke yang menerjunkan 210 personil dan 8400 kg logistik.
d. Operasi Gurita (26-29 Juni 1962). Merupakan operasi penuntunan pesawat pengintai dari serangan kekuatan udara Belanda dan sekaligus sebagai perlindungan dalam operasi Badar Lumut.
e. Operasi Siaga. Disiapkan untuk menghadapi serangan Belanda. Pesawat yang akan diarahkan adalah TU-16, TU-16 KS, IL-28, Mig-17, P-51 Mustang, B-25 Mitchell, B-26, Dacota, C-130 Hercules, UF-1, PBY-5ยช, MI-4 dan OTTER.
f. Operasi Kilat (Januari 3 Februari 1965). Penuntunan penyerangan, pemboman dan perlindungan daerah yang dikuasai oleh pemberontak Kahar Muzakar dengan menggunakan pesawat pembom taktis B-25, IL-28, MI-4H-202 dan 5 buah C-130 Hercules.
g. Operasi Tumpas. Merupakan penuntunan pesawat C-130 Hercules dan AN-12 Antonov dalam rangka memulangkan seluruh personil dari Pangkalan Udara Hasanuddin menuju Pangkalan Udara Husein Sastranegara.
h. Operasi Pemulihan Timor Timur. Merupakan operasi pengamatan udara yang dipusatkan di atas wilayah udara Timor Timur dalam rangka ikut mengamankan proses disintegrasi.
i. Operasi Sepanjang Tahun. Merupakan operasi pengamatan udara di seluruh wilayah udara nasional yang dilaksanakan oleh satuan–satuan Radar dalam rangka mendeteksi setiap ancaman melalui wahana udara yang memasuki wilayah Indonesia sepanjang tahun.
j. Operasi Gabungan Terkoordinasi. Merupakan operasi pengamatan pertahanan udara yang diawali deteksi, identifikasi dan penindakan sasaran secara terkoordinasi dan terpadu dengan negara tetangga.
Penataan Sistem dan Site Radar
Sistem radar dibentuk dengan menempatkan beberapa radar di medan operasi. Pembentukan sistem radarditujukan untuk pelaksanaan operasi radar itu sendiri dan peningkatan surviveability terhadap serangan udara lawan dan terhadap ECM lawan. Dalam membentuk sistem radar harus diperhatikan “overlapping” antara radar-radar yang bertetangga dan ketinggian dimana lawan akan menyerang.
Penataan Site Radar ditujukan agar radar memiliki surviveability yang tinggi terhadap serangan udara lawan. Apabila musuh berhasil mengebom site radar kita, harus diupayakan agar kerusakan yang diperoleh menjadi sedikit mungkin. Upaya ini dilaksanakan dengan penataan site radar secara engineering sebagai berikut :
1) Hanya sistem antena yang muncul kepermukaan. Sistem lainnya ada di dalam tanah.
2) Jarak antar kabin sejauh mungkin, melebihi “minimum safe distance” sebuah bom/rudal anti Radar.
3) Site radar agar disamarkan.
4) Selalu ada cadangan site radar, yang berarti bahwa ada site dimasa damai dan ada site di masa perang.
5) Site radar dipilih sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi kemampuan operasi radar.
Analisis Terhadap Kondisi Sistem Radar Hanud Dalam Upaya Optimalisasi Penyelenggaraan Pertahanan Udara Nasional
Seperti data yang dirilis oleh Panglima Kohanudnas bahwa sampai saat ini jumlah radar hanud yang dimiliki Kohanudnas baru mencapai separuh dari sekitar 32 radar hanud yang ideal dibutuhkan untuk dapat memonitoring seluruh wilayah udara nasional.
Berdasarkan kualitas, radar hanud yang dimiliki Kohahudnas saat ini yang memiliki teknologi tinggi yaitu radar tipe Master-T buatan Perancis berada di dua satuan radar (di Tanjung Pinang dan Biak). Radar Master-T ini memiliki kelebihan antara lain sudah full solid state, sistem yang digunakan lebih simple tanpa mengurangi kemampuan deteksi radar itu sendiri. Dengan menggunakan sistem modul, proses pemeliharaan dapat dilaksanakan lebih mudah. PSR-nya, mampu mengendalikan intersepsi terhadap sasaran udara sampai jarak 245 NM pada ketinggian 41.000 feet dan SSR (254 NM; 41.000 feet).
Kenyataan yang kita hadapi saat ini bahwa dari 17 radar hanud yang dimiliki saat ini, 3 (tiga) radar dalam kondisi tidak siap operasional/unserviceable dan sejumlah lainnya mengalami malfungsi pada PSR, SSR maupun antena (lihat Lampiran 5). Realitas lainnya yang dihadapi adalah bahwa seluruh radar hanud yang kita punya adalah produk luar negeri, dimana kerahasiaan frekwensi yang digunakan pasti diketahui negara pembuat.
Kondisi untuk pengembangan sistem radar hanud yang kita miliki sangat kompleks dan membutuhkan dana yang sangat besar, namun dari kepentingan monitoring dan pertahanan udara nasional sangat penting dan mendesak. Ditengah-tengah keterbatasan anggaran negara saat ini, perlu dibangun sebuah sikap dan komitmen bersama untuk mengembangkan kemampuan dalam negeri dalam upaya modernisasi alutsista termasuk juga sistem radar. Hal ini dapat dimulai dengan meningkatkan kerjasama khususnya riset antara pemerintah/lembaga litbang, Perguruan Tinggi dan industri nasional. Terkait dengan kemampuan SDM dan alih teknologi telah terbukti bahwa kita ternyata mampu bersaing dan dapat dihandalkan, hanya saja perhatian dari pemerintah dan DPR dirasakan belum memadai terutama banyak kebijakan terkait pembangunan pertahanan negara yang miskoordinasi serta keberpihakan terhadap pengembangan dunia riset masih jauh dari harapan. Keuntungan lainnya dari pengembangan alutsista di dalam negeri adalah ketersediaan suku cadang dengan cepat dan murah.
Beberapa keberhasilan yang diperoleh dari riset bersama dalam pengembangan radar antara lain kerjasama Kohanudnas dengan ITS Surabaya dalam mengembangkan TDAS (Transmission Data Air Situation) dan penginterasian kemampuan antar tipe radar yang ada serta keberhasilan para peneliti BPPT dalam proyek Kementerian Riset dan Teknologi bekerjasama dengan PPET- LIPI, ITB, UI dan IDE dalam menciptakan sebuah radar maritim yang terbukti handal pada akhir 2008.
Dari uraian deskripsi tersebut di atas bahwa modernisasi alutsista termasuk sistem radar tidak harus terhenti hanya karena keterbatasan anggaran. Terbukti bahwa kita punya kemampuan yang bisa dihandalkan seperti kualitas SDM peneliti yang mumpuni dan inovasi teknologi yang memadai kalau diberdayakan. Ironisnya, selama ini para peneliti kita tidak fokus karena kurang adanya jaminan karier dan kesejahteraan yang jelas. Diharapkan pada masa yang akan datang pemerintah bersama-sama DPR perlu untuk merumuskan kembali sejumlah kebijakan terkait pengembangan alutsista dan kemajuan dunia riset di Indonesia.
Analisis Kebijakan Pengembangan Sistem Radar dan Pembangunan Industri Pertahanan
Dari uraian-uraian di atas, tergambar bahwa pemerintah diperhadapkan pada posisi yang serba sulit. Krisis multidimensi yang tidak kunjung selesai, kondisi keuangan negara yang belum membaik, tingkat kesejahteraan rakyat yang belum menunjukkan hasil yang signifikan, kondisi alutsista termasuk sistem radar hanud yang memprihatinkan, profesionalisme dan kesejahteraan prajurit yang belum memadai.
Dari perspektif analisis kebijakan dalam upaya mengatasi kompleksitas persoalan di atas dihadapkan dengan keinginan kuat untuk mengembangkan kekuatan pertahanan khususnya modernisasi alutsista dan pembangunan industri pertahanan. Kasus PT. DI yang merupakan salah satu industri strategis di bidang kedirgantaraan patut kita jadikan pelajaran berharga agar kita dapat lebih bijak dalam menetapkan kebijakan dan pengelolaan industri yang tergolong strategis.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa kebijakan yang baik ditentukan oleh banyak faktor diantaranya latar belakang pemikiran kebijakan tersebut, tujuan dan lingkup kebijakan, kelengkapan informasi yang diperoleh, siapa aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan, bagaimana dampak kebijakan tersebut.
Dalam konteks kebijakan pertahanan negara, dalam banyak hal perlu adanya kesamaan persepsi antara state actors dan non-state actors. Masih banyak anggapan di masyarakat bahwa persoalan pertahanan negara merupakan tanggung jawab militer dan persoalan-persoalan militer. Anggapan tersebut jelas salah, tetapi amat sulit menemukan persamaan pandangan dan pemikiran yang sama tentang konsep pertahanan. Apalagi jika telah sampai pada pemilihan skala prioritas pembangunan, apakah pembangunan bidang kesejahteraan rakyat menjadi prioritas pokok dan mengabaikan pembangunan pertahanan negara.
Konsep, sistem dan strategi pertahanan negara yang telah disepakati yaitu pertahanan semesta hendaknya perlu disosialisasikan sampai ke tingkat akar rumput. Pernyatan di atas sempat menjadi pengalaman penulis ketika melakukan kunjungan kerja ke daerah, dimana terjadi mispersepsi dan miskomunikasi. Ketika penulis dan tim akan melakukan koordinasi dengan pejabat sipil dan LSM di daerah untuk mendapatkan informasi dan data terkait dengan salah satu isu pertahanan, terdapat beberapa pandangan yang berseberangan. Mereka merasa bahwa tanggung jawab pembangunan pertahanan negara hanya domainnya Kemhan/TNI dan pemerintah pusat. Mereka cenderung melihat bahwa terlibat dalam pembangunan pertahanan hanya akan menambah persoalan dan beban pemda dan masyarakat daerah. Saat itu, penulis berkesimpulan bahwa terjadi pemahaman yang salah dalam menyikapi kebijakan Otonomi Daerah dan pertahanan negara merupakan salah satu bidang yang tidak dapat didesentralisasikan ke daerah.
Penulis mengawali analisis kebijakan ini dari bagaimana kita bisa membangun persepsi yang sama dalam melihat dan menyikapi persoalan pertahanan negara. Hal ini merupakan entry point bagi bagaimana publik dapat berperan serta dalam pembangunan dan penyelenggaraan pertahanan negara. Kita harus kembali kepada semangat sebelum kemerdekaan dan semangat mempertahankan kemerdekaan (era 1940-an s.d. 1950-an). Nilai-nilai nasionalisme itu harus tetap ditumbuh-kembangkan, terlebih saat sulit sekarang ini. Persoalan-persoalan bangsa ini adalah persoalan kita semua anak bangsa. Bangsa Indonesia harus mampu bangkit dari keterpurukan, kita harus melihat bahwa perbedaan asal usul dan keragaman budaya sebagai modal dan nilai plus bangsa ini. Cita-cita yang telah dirumuskan para founding fathers bangsa harus dapat diwujudkan oleh generasi sekarang dan generasi mendatang.
Terkait dengan kebijakan-kebijakan pertahanan negara, khususnya upaya memodernisasi alutsista khususnya sistem radar hanud dan membangun kemandirian industri pertahanan perlu terus dikaji ulang agar kita dapat merumuskan suatu kebijakan baru yang lebih komprehensif integral dan memberikan kemanfaatan yang optimal. Pembangunan pertahanan negara tidak bisa dipandang dari aspek ekonomi semata, karena memang memodernisasi alutsista dan mewujudkan kemandirian industri strategis tidak mampu mengembalikan nilai investasi dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dalam waktu singkat. Pembangunan pertahanan negara harus dilihat dari seberapa besar manfaat yang dapat kita peroleh jika kita memiliki kekuatan pertahanan yang kuat.
Bisa dibayangkan, jika kita memiliki kemampuan alutsista yang handal, industri pertahanan yang maju dan prajurit yang profesional mungkin saja pencurian kekayaan alam terutama kekayaan laut, perebutan wilayah, penyelundupan, terorisme dan banyak lagi persoalan pelik lainnya dapat diminimalkan. Berapa besar kerugian negara yang bisa dikembalikan jika kita dapat menjaga wilayah laut kita dari pencurian dan penyelundupan. Belum lagi sikap negara-negara tetangga dan pihak asing yang memiliki kepentingan di sekitar wilayah kedaulatan kita akan berubah menjadi lebih menghargai kita. Posisi tawar Indonesia akan semakin meningkat dan keberadaan kita semakin diperhitungkan dalam pergaulan dunia internasional.
Secara khusus, modernisasi sistem radar hanud sangat mendesak untuk segera direalisasikan secara bertahap. Hal ini didasarkan pada esensi dan fungsi radar sebagai alat deteksi (monitoring) dan intersep terhadap sasaran udara lawan dan kegiatan pelanggaran batas wilayah udara nasional. Mengingat bahwa sistem radar hanud padat teknologi dan berharga mahal (sekitar 227 miliar per unit radar kalau impor dari luar negeri), maka perlu diupayakan pembangunan radar hanud dengan kemampuan sendiri dan diproduksi di dalam negeri melalui pemberdayaan riset dan alih teknologi secara cepat. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari pembangunan radar di dalam negeri dengan kemampuan sendiri antara lain biaya yang dibutuhkan akan lebih murah, tingkat kerahasiaan frekwensi dan ketersediaan suku cadang terjamin. Dengan berbagai inovasi teknologi yang dapat dilakukan oleh para pakar radar terbukti bahwa kita mampu mengintegrasi fungsi dan kemampuan tipe radar yang kita miliki disamping berupaya menciptakan jenis atau tipe radar hanud yang lebih canggih.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan negara (pemerintah) antara lain tetap berupaya menambah alokasi anggaran pertahanan negara, terutama bagi upaya memodernisasi alutsista dan pengembangan industri pertahanan setiap tahunnya, sehingga pada masa mendatang paling tidak Indonesia memiliki besaran alokasi anggaran pertahanan bisa mencapai dua persen dari PDB. Kebijakan Kemhan/TNI yang menekankan pembangunan pertahanan negara yang bertumpu pada minimum essential force menggambarkan pada realitas kondisi negara saat ini. Keterbatasan anggaran menjadi alasan pokok bagi pembangunan bidang pertahanan, khususnya modernisasi alutsista dan pembangunan industri pertahanan. Jika dikaji lebih dalam bahwa kebijakan tersebut adalah kebijakan yang pesimistis dan tidak kurang berani mengambil risiko. Pertanyaan berikutnya yang mungkin bisa dikedepankan adalah sampai kapan bertahan pada kebijakan tersebut? Sampai kapan alutsista terutama radar hanud yang dimiliki saat ini mampu mendukung tugas-tugas pokok TNI khususnya TNI AU? Apakah tidak mungkin ada kebijakan baru yang lebih bijak dan berani menghadapi risiko?
Pertanyaan-pertanyaan di atas patut dikemukakan, mengingat sesungguhnya kita memiliki potensi untuk dapat lebih baik dan bangkit untuk lebih maju. Indonesia memiliki sejumlah industri strategis dan industri pendukung lainnya yang belum dikelolah dengan bijak; memiliki tenaga-tenaga ahli yang handal yang kurang dihargai di negeri sendiri (lebih dihargai di luar negeri); memiliki sumber-sumber kekayaan alam dalam jumlah melimpah yang dapat dikembangkan dalam mendukung bahan baku industri pertahanan dan suku cadang alutsista. Teknologi memang merupakan salah satu kata kunci persoalan ini, tetapi teknologi dapat dipelajari dan terbukti bahwa kita punya kemampuan untuk menguasai teknologi.
Persoalan penting yang harus dipecahkan adalah bagaimana semua pihak dapat duduk berdampingan, menyamakan persepsi dan tujuan yang disertai dengan komitmen yang kuat, tidak mengedepankan kepentingan sektoral untuk membangunan kekuatan pertahanan negara yang handal. Peran serta publik amat dibutuhkan, pemerintah hanya sebagai fasilitastor dan katalisator. Penentuan kebijakan tidak harus selalu diserahkan kepada pemerintah semata sebagai satu-satunya penentu setiap kebijakan, apalagi yang bersifat strategis. Pada era demokrasi saat ini, partisipasi publik juga sangat penting bagi keberhasilan sebuah kebijakan. Salah satu kelemahan yang mungkin harus diperbaiki dan ditingkatkan dari sikap bangsa ini adalah sulitnya menerima perbedaan dan lemah dalam berkoordinasi. Manajemen negara yang baik menuntut hal itu, apalagi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang kompleks.
Khusus tentang modernisasi alutsista dan pembangunan kemandirian industri pertahanan, pemerintah khususnya Kemhan/TNI perlu segera memperbaiki kualitas penelitian dan pengembangan (litbang) pertahanan dan meningkatkan kerjasama secara intens kepada pihak Perguruan Tinggi dan Industri (kerjasama Tripartit). Upaya tersebut juga berarti bahwa perlu adanya peningkatan anggaran bagi litbang pertahanan. Kemudian mengkaji ulang semua prosedur pengadaan sarana dan prasarana pertahanan, khususnya alutsista TNI. Pengadaan alutsista sepatutnya harus melalui proses litbang dan memberdayakan industri dalam negeri. Disamping itu perlu suatu keberanian untuk mengurangi keinginan membeli alutsista dari luar negeri; harus ada upaya untuk memulai dan mengembangkan industri pertahanan demi mengurangi ketergantungan dengan pihak luar. Langkah yang bisa ditempuh dimulai dengan merumuskan suatu kebijakan baru tentang kemandirian alutsista dengan berpegangan pada satu prinsip bahwa tidak ada pihak yang dirugikan; bila perlu pemerintah menyediakan insentif bagi litbang pertahanan maupun industri pertahanan dan pendukungnya.
Strategi Pengembangan Teknologi dan Rencana Kebutuhan Sistem Radar Hanud Bagi Terwujudnya Kemandirian Alutsista
Untuk merumuskan strategi yang tepat bagi pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud guna mewujudkan kemandirian alutsista dalam mendukung optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara digunakan analisis SWOT. SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) Analysis adalah analisis yang dilakukan untuk dapat melakukan identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan internal serta peluang dan ancaman yang berasal dari lingkungan eksternal. Manfaat analisis ini sebagai bahan acuan untuk memperkuat kekuatan dan memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan dan menetralkan ancaman.
Sebagai langkah awal analisis dimulai dengan mengidentifikasikan berbagai faktor strategi internal dan eksternal yang menunjang pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud dilakukan pembobotan atas berbagai faktor strategi sesuai dengan tahap analisis SWOT.
Dari hasil perhitungan analisis SWOT di atas, strategi pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud menuju kemandirian alutsista guna optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara tergambar dari grafik di bawah ini :
Gambar 3. Posisi Strategi Pengembangan Teknologi dan Rencana Kebutuhan Sistem Radar Hanud dengan Alternatif Strategi yang Terpilih Berdasarkan Hasil Analisis SWOT
Adapun langkah untuk mencapai strategi tersebut dapat dilakukan dalam pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud menuju kemandirian alutsista bagi guna optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara sebagai berikut :
1. Menggiatkan kerjasama riset antar pembuat regulator/user (Kemhan/TNI) dengan Perguruan Tinggi dan lembaga riset serta industri nasional untuk mengembangkan teknologi radar hanud dengan mengoptimalkan kemampuan inovasi teknologi secara efektif dan berkesinambungan.
2. Menata ulang setiap program kerja dan anggaran di setiap satker Kemhan/TNI khususnya terkait dengan modernisasi alutsista (pengembangan teknologi radar hanud) agar setiap program kerja dan anggaran yang dialokasikan setiap tahunnya efektif, terukur dan akuntabel.
3. Memperluas kesempatan belajar bagi para perwira berkualifikasi teknologi elektronika dan radar sebagai upaya untuk mempercepat penguasaan teknologi dalam rangka mendukung kemandirian alutsista terutama sistem radar.
4. Mengkaji ulang semua kebijakan yang terkait dengan modernisasi alutsista terutama radar hanud agar dihasilkan kebijakan-kebijakan tersebut komprehensif, terukur dan berhasil pada tataran implementasi.
5. Menambah alokasi anggaran pertahanan, khususnya anggaran bagi kegiatan litbang pertahanan sehingga rencana modernisasi alutsista dapat dihasilkan dari industri dalam negeri.
6. Mensosialisasikan setiap kebijakan-kebijakan strategis bidang pertahanan kepada publik, sehingga Kemhan/TNI memperoleh dukungan dan legitimasi yang kuat dari masyarakat sipil, sekaligus mempercepat terwujudnya demokrasi serta pelaksanaan good governance.
Kesimpulan
Dari hasil pengolahan dan analisis data terhadap permasalahan pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud menuju kemandirian alutisista guna optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Jumlah radar hanud yang dimiliki Kohanudnas untuk meng-cover seluruh wilayah udara nasional masih sekitar 50% (17 satradar) dari 32 kebutuhan ideal. Seluruh sistem radar hanud yang kita miliki merupakan produk luar negeri, dimana kondisinya banyak yang tidak siap operasional, terjadi kerusakan pada sejumlah komponen dan teknologinya sudah ketinggalan (out of date). Tipe radar hanud terbaru dengan teknologinya cukup canggih yang dimiliki Kohanudnas saat ini adalah Master-T buatan Perancis
b. Keterbatasan anggaran pertahanan berdampak pada terhambatnya proses modernisasi radar hanud dan pembangunan kemandirian alutsista, namun pemerintah memiliki potensi untuk mengembangkannya melalaui peningkatan kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri (Perguruan Tinggi, Industri, lembaga-lembaga riset) secara lebih intens. Indonesia memiliki potensi SDM peneliti dan rekayasa engineering yang handal untuk melakukan inovasi teknologi bagi pengembangan teknologi radar hanud.
c. Dari hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi yang dapat dilakukan saat ini bagi pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud menuju kemandirian alutsista guna optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara yaitu melaksanakan strategi konsolidasi (kuadran IV). Strategi tersebut berarti memanfaatkan peluang yang ada seefektif mungkin untuk meminimalkan kelemahan yang dimiliki. Kebutuhan sistem radar hanud baik kuantitas maupun kualitas yang ideal dan berteknologi tinggi untuk menjalankan fungsi menjaga kedaulatan wilayah udara nasional sangat mendesak diperhadapkan dengan kompleksitas ancaman serta keterbatasan anggaran pertahanan menuntut untuk segera dilakukannya upaya mengembangkan potensi kekuatan dan peluang yang dimiliki antara kualitas SDM (para ahli radar) dan peneliti handal dibidang elektronika dan rekayasa engineering dan komitmen yang kuat dari setiap stakeholders untuk membangun kemandirian alutsista serta meningkatkan profesionalisme prajurit dalam penguasaan teknologi radar.
Saran
Dari kesimpulan di atas dapat ditawarkan beberapa rekomendasi bagi pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud menuju kemandirian alutsista sebagai berikut :
a. Bagi pemerintah, khususnya Kemhan/TNI untuk mengkaji ulang kebijakan-kebijakan tentang upaya pengembangan (modernisasi) sistem radar hanud bagi kemandirian alutsista agar kendala-kendala yang menghambat upaya tersebut dapat diatasi dan berhasil pada saat diimplementasikan.
b. Bagi Perguruan Tinggi dan Industri diharapkan dapat lebih proaktif untuk berperan serta dalam pembangunan pertahanan negara, khususnya upaya pengembangan teknologi radar dan pembangunan alutsista, baik melalui kegiatan-kegiatan riset maupun produksi.
c. Bagi DPR, diharapkan dapat mendesak Presiden untuk menambah alokasi anggaran bagi pertahanan dan sekaligus lebih aktif memberikan saran dan sumbangan pemikiran bagi alternatif-alternatif upaya yang harus dilakukan pemerintah terutama dalam kondisi keterbatasan keuangan negara saat ini.
Oleh : EDDY MT SIANTURI, SSi, M.Si (Puslitbang Indhan Balitbang Kemhan)
Dalam melaksanakan operasi hanus, setiap unsur mempunyai fungsi dan kemampuan masing-masing sesuai dengan tugas pokoknya. Untuk unsur radar, baik yang berfungsi sebagai Radar Early Warning (EW) maupun Radar Ground Controlled Interception (GCI) mempunyai tugas melaksanakan deteksi dini dan pengendalian intersepsi pesawat tempur sergap. Oleh karena itu radar hanud tersebut harus memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan.
Radar EW berfungsi sebagai sarana deteksi dini sasaran di udara. Sedangkan Radar GCI berfungsi sebagai sarana deteksi dini sasaran di udara dan pengendalian intersepsi pesawat tempur sergap.
a. Radar EW, terdiri dari antena, transmitter, receiver, processing, peralatan komunikasi dan peralatan pendukung. Radar EW mempunyai kemampuan sebagai berikut :
1) Primary Surveilance Radar (PSR). Mampu mendeteksi sasaran di udara sejauh mungkin di wilayah udara nasional dengan memancarkan gelombang elektromagnetis dan memanfaatkan signal echo yang dipantulkan sasaran dan diproses sampai menjadi data tampilan dari sasaran yang ditangkap.
2) Secondary Surveilance Radar (SSR). Mampu mendeteksi sasaran di udara bagi pesawat udara yang menggunakan transponder.
3) Menentukan posisi sasaran. Mampu menentukan posisi sasaran dalam 2 dimensi yaitu jarak dan azimuth atau 3 dimensi yaitu jarak, azimuth dan ketinggian sasaran.
4) Jarak jangkau :
a) PSR mampu mendeteksi sasaran sejauh 240 NM terhadap luas penampang sasaran (radar cross section) 12 M2 pada ketinggian 40.000 feet.
b) SSR mampu mendeteksi sasaran sejauh 240 NM terhadap sasaran bagi pesawat udara yang menggunakan transponder pada ketinggian 40.000 feet.
5) Azimuth mampu mendeteksi sasaran pada azimuth mulai dari 0o sampai dengan 360o.
6) Ketinggian, mampu mendeteksi sasaran pada ketinggian 1000 feet sampai dengan 60.000 feet atau lebih.
7) Pernika, mampu melaksanakan pencegahan dan perlawanan elektronika (gahwannika/ECCM).
8) Komunikasi, mampu berkomunikasi melalui jaringan komunikasi kodal, lasa, koordinasi dan informasi serta adminlog tanpa saling mengganggu dengan yang lainnya.
b. Radar GCI, terdiri dari antena, transmitter, receiver, processing, operational cabin (CRC), peralatan komunikasi dan peralatan pendukung. Radar GCI mempunyai kemampuan sebagai berikut :
1) PSR, mampu mendeteksi sasaran di udara dengan memanfaatkan pantulan gelombang elektromagnetis dan memanfaatkan signal echo yang dipantulkan oleh sasaran yang ditangkap.
2) SSR, mampu mendeteksi sasaran di udara/pesawat udara yang menggunakan transponder.
3) Menentukan posisi sasaran; mampu menentukan posisi sasaran di udara dalam 3 dimensi yaitu jarak, azimuth dan ketinggian.
4) Jarak jangkau :
a) PSR mampu mengendalikan intersepsi sampai dengan jarak jangkau 180 NM terhadap luas penampang sasaran (radar cross section) 2 M2 pada ketinggian 25.000 feet.
b) SSR mampu mendeteksi sasaran di udara sejauh 240 NM pada ketinggian 40.000 feet terhadap sasaran bagi pesawat udara yang menggunakan transponder.
5) Azimuth mampu mendeteksi sasaran pada azimuth mulai dari 0o sampai dengan 360o.
6) Ketinggian, mampu mendeteksi sasaran pada ketinggian 1000 feet sampai dengan 60.000 feet atau lebih.
7) Pengendalian intersepsi, mampu melaksanakan 2 intersepsi dalam waktu bersamaan di setiap console(sesuai kemampuan console dan GCI controller). Dalam pengendalian penyergapan menuju sasaran dan menuntun kembali ke pangkalan, dilaksanakan oleh GCI yang dilengkapi dengan komunikasi Ground to Air (GTA) 2 kanal setiap console.
8) Pernika, mampu melaksanakan pencegahan dan perlawanan elektronika (gahwannika/ECCM).
9) Komunikasi, mampu berkomunikasi melalui jaringan komunikasi kodal, Lasa, koordinasi dan informasi serta adminlog dan jaringan kodal dari darat ke udara (GTA) tanpa saling mengganggu dengan yang lainnya.
10) Komputer, mampu memproses dan menyajikan data untuk kebutuhan intersepsi secara otomatis.
Kemampuan Integrasi Radar Hanud
Integrasi radar bertujuan untuk menampilkan situasi udara secara real time di Posek Hanudnas (SOC) dan di Popunas (ADOC) menggunakan sarana stasiun bumi mini (SBM), fiber optic dan saluran Public Service Telephon Network (PSTN/Perumtel). Kemampuan integrasi radar meliputi :
a. Dapat dintegrasikan radar yang satu dengan lainnya, walaupun mempunyai karakteristik, tipe, merk dan spesifikasi yang berbeda dengan sistem yang sudah ada.
b. Data sasaran hasil deteksi radar dapat dikirim secara otomatis dan disajikan di Posek (SOC) secara real time menggunakan Air Defence System (ADS) dan Transmission Data Air Simulation System (TDAS).
c. Dapat dikembangkan atau di-up grade sesuai dengan kemajuan teknologi dan keinginan pengguna untuk mendukung operasi hanud.
Bukti Pentingnya Integrasi Radar Hanud Bagi Kepentingan Penerbangan Sipil.
Radar milik TNI AU ternyata merekam rute pergerakan pesawat Adam Air yang hilang di perairan Majene. Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) Marsekal Muda Eris Herryanto pada Seminar Radar Nasional (22 April 2007) menyatakan, bangkai pesawat itu ditemukan 1 mil dari posisi terakhir yang tercatat dalam sistem radar terintegrasi di Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas).
Sistem radar yang mampu merekam data penerbangan di wilayah udara nasional selama seribu hari itu adalah hasil integrasi yang dilakukan pakar lulusan Institut Teknologi Sepuluh November.
Staf Ahli Meteri Negara Riset dan Teknologi Richard Mengko menyatakan bahwa kemajuan dan pemanfaatan teknologi radar di bidang non-militer juga semakin luas. Beberapa kecelakaan pesawat udara dan keterbatasan radar untuk transportasi udara yang tak bisa bekerja optimal lagi adalah pelajaran untuk membenahi bidang itu. Keinginan bersama untuk meningkatkan kerja sama dengan lembaga penelitian dan pengembangan serta pergurun tinggi, juga industri pendukung, semakin penting diwujudkan.
Selanjutnya Masbah Siregar, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, menyatakan tuntutan kebutuhan radar di Indonesia saat ini tidak bisa ditunda lagi. "Radar sangat penting karena tak hanya menyangkut ketahanan, tapi juga keselamatan."
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Operasi Radar Hanud
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan operasi radar hanud adalah kondisi lingkungan, kualifikasi personil dan dukungan operasi radar.
Kuantitas dan kualitas personil operasi yang mengawaki harus memenuhi persyaratan sesuai fungsi masing-masing radar. Personil tersebut harus melalui pendidikan radar secara umum dan pendidikan kualifikasi khusus sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing (GCI controller, operator radar, operator radio, mekanik radar, mekanik radio, mekanik AC dan mekanik genset/diesel).
Kehandalan komunikasi merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam operasi hanud. Komunikasi disusun dalam jaring-jaring komunikasi kodal, lasa, koordinasi/informasi dan adminlog yang membentuk sistem komunikasi utama dan komunikasi cadangan. Sistem komunikasi utama menggunakan satelit, sedangkan sistem komunikasi cadangan menggunakan HF/VHF/UHF.
Pemeliharaan dan perbaikan radar memerlukan ketepatan dan kecepatan. Prosedur dan ketentuan dalam sistem pemeliharaan dan perbaikan merupakan faktor yang mempengaruhi kesiapan operasi radar. Pemeliharaan radar tingkat I dan II berada di Satuan Radar, sedangkan pemeliharaan tingkat III dan IV berada di Depo Pemeliharaan 50 Lanud Adisoemarno.
Kesiapan operasi radar hanud juga dipengaruhi oleh peralatan ancillaries seperti air conditioner, dehumidifier, air cooling, water cooling, air processing and regulation, automatic voltage regulator (AVR) dan uninterrupted power supply (UPS).
Untuk mempertahan kesiapan operasi yang tinggi perlu dukungan operasi radar sebagai berikut : (1) STL/genset; (2) BMP; (3) Fitness Personnel operasi radar; (4) Perlengkapan personil operasi radar; (5) Peralatan lamja; (6) Suku cadang dan (7) Ranmor.
Radar Dinyatakan Siap/Tidak Siap Operasi
· Radar siap operasi : Radar EW dan GCI yang memenuhi persyaratan operasi maksimal atau minimal, maka kondisi ini Radar “Serviceable” (S).
· Radar tidak siap operasi : Radar EW dan GCI yang tidak memenuhi persyaratan operasi minimal, maka kondisi ini Radar “Unserviceable” (US).
Perkembangan Teknologi Radar Hanud yang Dimiliki Indonesia Selama Ini.
Sejak ditemukan oleh Sir Robert Watson Wat (the Father of Radar) pada tahun 1932 sampai saat ini, radar telah mengalami perkembangan yang sangat cepat dibidang teknologinya. Perkembangan ini ditujukan pada penambahan efektifitas penggunaan dan penambahan efisiensi penggelaran dan perawatan serta peningkatan keandalan sistemnya. Sebagai ilustrasi, radar pertama hanya mampu menangkap sasaran dan hanya mampu menunjukkan sektor dimana sasaran itu berada. Sedangkan radar generasi modern mampu menangkap sasaran dengan menentukan koordinat sasaran secara akurat serta keuntungan lainnya.
Pesatnya perkembangan teknologi komponen elektronika, perkembangan teknologi gelombang mikro dan perkembangan teknologi komputer mendorong lajunya perkembangan teknologi radar. Pengaruh teknologi lain sangatlah kecil apabila dibandingkan dengan perkembangan teknologi tersebut di atas, dalam perkembangan teknologi radar. Oleh karena itu hanya pengaruh dari yang ketiga di atas yang akan ditinjau.
Radar Produksi Dalam Negeri Bukanlah Sebuah Mimpi
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri sekaligus membantu memaksimalkan pengawasan dan pengamanan negara, Indonesia memerlukan suatu sistem pengamanan terintegrasi yang diaplikasikan ke dalam bentuk radar. Selama ini teknologi radar dikuasai oleh pihak asing.
Pada tanggal 24 Oktober 2008, SOLUSI247 bersama dengan divisi radar RCS-247 (Radar & Communication Systems)
untuk pertama kalinya berhasil meluncurkan sebuah karya anak bangsa di
bidang teknologi radar. Radar buatan anak bangsa ini diberi nama INDRA.
Radar Maritim INDRA dibangun dengan kemampuan mendeteksi dan mengukur
jarak sebuah kapal di lautan dengan penggunaan teknologi Frequency Modulated Continuous Wave (FMCW)yang
mampu menghasilkan radar canggih dengan daya pancar sangat rendah.
Karena daya pancarnya yang sangat rendah itu INDRA dapat dioperasikan
dimana saja dan tidak akan menggangu perangkat-perangkat lain di
sekitarnya.
INDRA telah diujicobakan di pantai
Cilegon, Banten yang juga disaksikan juga oleh Kepala Dinas Litbang
TNI-AL. Dalam penampilan perdananya, INDRA mengukuhkan eksistensinya
sebagai radar maritim. Hal ini dibuktikan dengan kemampuannya mendeteksi
dan mengukur jarak sebuah kapal yang sedang berlayar di laut dengan
akurat.
Dr. Ir. A. Andaya Lestari, Head of
Division dari RCS-247 menegaskan bahwa tanggal 24 Oktober 2008 merupakan
momen bersejarah bagi dunia IPTEK Indonesia. Hari itu untuk pertama
kalinya setelah 63 tahun kemerdekaan Indonesia, akhirnya sebuah radar
buatan bangsa Indonesia telah berhasil dibangun dan dioperasikan.
Saat ini RCS-247 mengembangkan beberapa varian dari radar maritim yaitu Radar Kapal (Marine Radar) dan Radar Pantai (Coastal Radar) yang dapat berfungsi sebagai radar stand alone maupun membentuk jaringan radar. RCS-247 juga telah mengembangkan dan mengoperasikan sebuah Radar Penembus Tanah atau Ground Penetrating Radar (Georadar) yang berfungsi untuk mendeteksi benda-benda yang tertanam di dalam tanah.Dalam proses pembangunan INDRA, RCS-247 bekerjasama dengan institusi-institusi riset, pendidikan dan swasta dalam negeri seperti PPET- LIPI, ITB, UI dan IDE. Dalam kerjasama ini, pembangunan INDRA dilakukan sepenuhnya di Indonesia oleh insinyur-insinyur terbaik anak bangsa. Teknologi radar yang diterapkan pada INDRA didukung juga oleh institusi riset IRCTR - TU Delft di Belanda yang memang sudah sejak lama menguasai teknologi ini |
Perkembangan teknologi komputer memberikan dampak revolusioner terhadap perkembangan teknologi radar. Dengan adanya perkembangan komputer, terjadi perubahan “state of the art” dari sistem radar. HaI ini berarti kemampuan sistem radar sebelum perkembangan teknologi komputer sangat berbeda dengan sesudahnya. Perbedaan ini terletak pada : 1) kemampuan ECCM; 2) kemampuan pengendalian pemancaran; 3) sistem desain indikator dan 4) sistem pemrosesan signal.
Dengan bantuan komputer, informasi yang diperoleh dari radar pun jadi meningkat sangat signifikan, dimana radar bisa mengukur kecepatan target dan menentukan bentuk target serta informasi lainnya. Jadi radar dengan sentuhan komputer bisa memberikan informasi sebagai berikut : 1) jarak dan azimuth; 2) kecepatan relatif; 3) sudut elevasi; 4) ukuran target; 5) bentuk target dan informasi lainnya.
Dalam teknologi antenapun terjadi suatu proses “anomali” yaitu proses yang sangat luar biasa dikaitkan dengan kepentingan militer. “Arry antena” yang merupakan antena kuno, disulap menjadi antena modern (planar arry antena) dengan perbaikan kharakteristik sebagai berikut :
· Side Lobes Suppression, dalam rangka meningkatkan “surviveability” radar dalam pengaruh ECM lawan.
· Antena tidak perlu digerakkan baik secara vertikal maupun horizontal, karena sudah terjadi “scanning beam”secara elektronik. Dengan demikian kesalahan karena kecepatan angin pada antena sudah tidak berlaku lagi (terutama untuk radar kapal laut).
a. Perkembangan Jenis Radar yang Pernah dan Masih Dioperasikan Kohanudnas.
Pada dasawarsa 60-an dan 70-an, wilayah udara dipantau dengan menggunakan radar-radar generasi pertama yang menggunakan teknologi tabung, antara lain radar Nysa (Polandia), Decca, Plessey (AWS II-Inggris) dan P-30 (Uni Sovyet). Meskipun teknologi yang dimiliki masih sangat sederhana dan hanya menyuguhkan bearing dan rangesaja pada console, namun dengan kemampuan deteksi rata-rata 120 NM sampai dengan 180 NM, keberadaan radar-radar tersebut cukup mampu memberikan informasi seluruh pesawat yang memasuki wilayah udara Indonesia, khususnya pulau Jawa.
Pada dasawarsa 80 sampai dengan 90-an sistem pertahanan udara dikembangkan dengan adanya pembangunan radar-radar Thomson di beberapa tempat, baik tipe TRS 2230 (Plannar) ataupun TRS 2215 (Hyperbolic). Berbeda dengan generasi terdahulu, radar-radar generasi ini sudah lebih modern. Walau masih menggunakan teknologi tabung, penunjukan sasaran sudah dalam 3 (tiga) dimensi (3D ; bearing, range, altitute). Dalam era ini radar sudah dapat di gelar ditempat yang berpindah-pindah (mobile). Penambahan sistem komunikasiground to air, sangat memudahkan pengendalian dan pemberian informasi adanya pesawat asing di sekitarnya. Penyampaian informasi posisi dan pergerakan lawan yang cepat dan akurat sangat membantu para penerbang melaksanakan misinya.
Pengiriman teknisi-teknisi ke India (Naya) dan Polandia dalam rangka melaksanakan alih teknologi, yang diharapkan nantinya mampu menangani permasalahan di seputar radar. Namun dengan berjalannya waktu teknologi berkembang dengan cepat, dan mulai meninggalkan masalah yang krusial dan kendala yang selama ini sulit terpecahkan. Kasus kekurangan dan langkanya suku cadang mulai menimbulkan kerusakan-kerusakan permanen yang sulit diatasi.
Antara tahun 1990 dan 2000-an, penambahan sista radar jatuh pada pilihan Plessey Commander, yaitu AR-325 dan AR-327, yang di gelar di Kosek II. Radar-radar ini merupakan generasi lanjutan dari Radar Plessey terdahulu. Dengan menggunakan teknologi layar datar dan TID (Touch Input Devices), penampilan console terlihat lebih simple. Pembangunan MROC (Multi Role Operation Centre) ada dalam satu paket dengan Radar Plesseygenerasi tersebut. Diharapkan MROC mampu berfungsi sebagai pengganti SOC, apabila terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Pada era 2000-an penggelaran radar lebih memilih type Master T untuk melengkapi kesiapan radar di tanah air dalam rangka memperkuat sistem pertahanan udara dan menutup seluruh wilayah udara NKRI.
Untuk dapat mengcover seluruh wilayah udara nasional memerlukan dana yang tidak kecil maka dibangunlah beberapa MCC (Military and Civil Coordination) yang berfungsi untuk mengintegrsikan Radar-Radar Hanud dengan Radar sipil. Dalam hal ini peranan TDAS (Trasmission Data Air Situation) juga sangat membantu proses integrasi tersebut. Dengan adanya TDAS ini situasi wilayah udara dapat di kirim ke Posek (Pusat Operasi Sektor) dan Popunas (Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional) secara real time. Sistem Komando Kendali Komputerisasi dan Informasi atau K3I, dibangun dan dikembangkan dengan sistem SBM.
Luasnya wilayah dirgantara, makin meratanya hasil-hasil pembangunan dan tersebarnya obyek vital yang harus diamankan, menuntut keberadaan Sista yang handal dan memadai, juga menuntut para personil yang mengawaki secara profesional dan disiplin, sehingga diperlukan suatu piranti yang dapat beroperasi terus menerus secara mantap, terpadu, responsive, efektif dan efisien dalam menjaga kedaulatan negara sepanjang tahun.
Sejak tahun 1962 (secara resmi Kohanudnas dibentuk), seluruh radar yang tergelar di wilayah Indonesia beroperasi di bawah komando Kohanudnas. Jenis radar yang pernah dan masih digelar di wilayah Indonesia adalah :
a. Radar Tipe NYSA – A dan NYSA – B (Polandia tahun 1960). Lokasi penempatannya adalah di Jakarta (JKT), Cikarang (CKR), Cibalimbing (CBL), Morotai (MRT), Ambon (ABN), Supadio (SPA), Makassar (MKS), Bula/Seram (BLL), Biak (BIK), Medan (MDN), Ploso (PLO), Ranai (RNI).
b. Radar Tipe P – 30 (Rusia tahun 1961). Lokasi penempatannya adalah di Palembang (PLB), Pekanbaru (PBU), Tanjung Pandan (TDN), Banjarmasin (BJM), Kalijati (KJT), dan Polek 02 (SLO).
c. Radar Tipe DECCA PLESSEY HF 200 (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya sebagian mengganti stasiun yang sudah ada di Ploso (PLO) dan penempatan baru di Tanjung Kait (TKT).
d. Radar Tipe DECCA PLESSEY FR (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya sebagian mengganti starion yang sudah ada di Ploso (PLO) dan penempatan baru di Cisalak (CSL). Fungsi radar ini untuk membantu penerbang menemukan landasan pacu yang di tuju (fighter recovery).
e. Radar Tipe DECCA PLESSEY HYDRA (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya menyempurnakan kondisi radar di Tanjungkait (TKT).
f. Radar Tipe DECCA PLESSEY LC (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya di Pemalang (PML) dan penempatan baru di Ngiyep (NLI).
g. Radar Tipe THOMSON THD – 047 (CSF Perancis tahun 1978). Lokasi penempatannya di Tanjung Pinang (TPI).
h. Radar Tipe THOMSON TRS – 2215 (CSF Perancis tahun 1981). Lokasi penempatannya di Ranai (RNI), Kupang (KPN), Dumai (DMI) Lhokseumawe (LSE).
i. Radar Tipe THOMSON TRS 2215 D (CSF Perancis tahun 1986). Lokasi penempatannya di Cibalimbing (CBL), Sabang (SBG), dan Sibolga (SBG).
j. Radar Tipe THOMSON TRS – 2230 (CSF Perancis tahun 1987). Lokasi penempatannya di Tanjungkait (TKT).
k. Radar Tipe Plessey AR – 325 Commander (Inggris tahun 1991). Lokasi penempatannya di Tarakan (TRK), Balikpapan (BPP) dan Kwandang (KWD). Meski masih menggunakan sistem tabung (TWT), sistem yang digunakan lebih praktis, sehingga tidak memerlukan pembesaran power secara bertingkat seperti yang digunakan Thomson TRS 2230 (CFA I dan CFA II).
l. Radar Tipe MASTER – T (Thales Perancis tahun 2005). Lokasi penempatannya di Biak (BIK) dan Tanjung Pinang (TPI). Radar tipe ini sudah menggunakan full solid state, sistem yang digunakan lebih simple tanpa mengurangi kemampuan deteksi radar itu sendiri. Dengan menggunakan sistem modul, proses pemeliharaan dapat dilaksanakan lebih mudah.
Pada umumnya untuk radar-radar lama mampu menangkap sasaran sejauh 120 NM. Namun hasil penangkapannya masih berupa informasi plot dalam bentuk RAW video yang sangat sederhana, deteksi lebih diutamakan pada arah datangnya ancaman saja. Pengukuran jarak dan ketinggian belum tersedia, dan dilaksanakan secara manual. Sementara kemampuan radar-radar baru dapat menangkap sasaran sampai 240 NM (SSR) dan 180 NM sampai dengan 250 NM (PSR tergantung mode yang dioperasikan), sudah menyajikan pengolahan sasaran dalam bentuk sintetic yang dilengkapi dengan bearing, range dan altitude secara otomatis. Penyediaan sarana untuk melaksanakan self maintenance, penyediaan BITE (Built In Test Equipment), random mode operational dan sarana gahwanika mulai dilengkapi.
Dengan adanya teknologi komputer dalam sistem radar, maka hampir seluruh radar generasi tahun 80-an ke atas sudah dapat diintegrasikan ke Pusat Operasi Pertahanan Udara baik di SOC/Posek maupunADOC/Popunas dengan menggunakan jaringan SBM/K3I dan VPNIP. Bahkan Sejak Tahun 1995 dimulai riset antara ITS Surabaya dan personel radar Kohanudnas untuk mengetahui protokol radar guna mengintegrasikan radar-radarsipil dan Militer dan pada tahun 2001 telah berhasil membuat/dibangun sistem TDAS (Transmission Data Air Situation), sehingga radar sipil maupun militer dapat diintegrasikan di Popunas dan secara real time, seluruh tangkapan radar dapat dimonitor dengan menggunakan sistem ini.
Kerjasama Sipil - Militer dalam Bidang Radar
Dimulainya kerjasama ITS dan TNI AU pada tahun 1995-an karena adanya kesulitan untuk mengintegrasikan dua radar antara radar Plessey yang dibuat Inggris dan radar Thomson buatan Perancis karena masing-masing pihak bertahan untuk kepentingan bisnisnya. Sehingga TNI AU/Kohanudnas berinisiatif untuk mengadakan riset dengan melibatkan ITS Surabaya dan Ahli radar Kohanudnas untuk mengetahui bagaimana informasi situasi udara tergambar dalam data radar, dan bagaimana “percakapan” (atau dikenal protokol) antara peralatan radar dan pemrosesnya saling berkomunikasi. Berkat ketekunan para peneliti muda ITS Surabaya perlahan tapi pasti mulai dapat menemukan kandungan informasi penting dalam data radar seperti identitas pesawat, posisi, kecepatan dan arah pergerakan pesawat yang kemudian dinamakan sistem TDAS (Transmission Data Air Situation). TDAS merupakan suatu sarana yang terdiri dari piranti lunak dan keras yang dapat dipergunakan sebagai media/monitor untuk menampilkan situasi wilayah udara dalam coverage radartertentu secara real time. Dengan menggunakan sarana ini semua data hasil deteksi radar baik sipil maupun militer dapat ditampilkan di Posek-Posek dan Popunas. Saluran yang digunakan untuk transmission adalah saluran SBM K3I,VPNIP/Lease Chanel. Secara singkat manfaat TDAS adalah sebagai berikut :
a. Dapat menampilkan situasi udara suatu wilayah di luar jangkauan radar militer dengan bantuan radar-radar sipil yang digelar di seluruh Indonesia secara real time.
b. Memperpendek/mempermudah proses identifikasi elektronik dengan bantuan korelasi dari MCC.
c. Hasil deteksi radar ditampilkan dalam real time, memungkinkan setiap pergerakan di udara dapat dipantau oleh Posek di masing-masing sector operation centre (SOC) sekaligus dapat di identifikasi jenis serta tujuan pergerakan tersebut.
d. Membantu liputan daerah-daerah yang tidak terliput oleh radar TNI AU dan memperpanjang jarak jangkau radar militer.
e. Sebagai sarana alternatif pengendalian pesawat tempur menuju sasaran, apabila terjadi kerusakan ataumalfunction pada radar militer.
Penggunaan Radar dalam Operasi TNI AU
Sejak awal tahun 1962, banyak operasi yang dilaksakan dengan melibatkan kekuatan pesawat terbang, baik pesawat angkut maupun pesawat tempur. Dengan demikian secara otomatis seluruh Satuan Radar yang dapat mengcover pergerakan operasi tersebut. Operasi radar yang pada awalnya hanya untuk mendeteksi arah datangnya musuh, meningkat menjadi sarana untuk penuntunan, penyergapan, penghancuran dan penyelamatan. Operasi yang melibatkan satuan radar secara langsung antara lain :
a. Operasi Garuda (15 Mei 1962). Merupakan operasi penuntunan serta fighter recovery pesawat-pesawat Dakota, B-25 Mitchell, Albatros, dan P–51 Mustang, misi operasi adalah penerjunan ke daerah Kaimana, Fakfak dan Sorong.
b. Operasi Serigala (17-19 Mei 1962). Merupakan operasi penuntunan Pesawat Dacota yang menerjunkan sebanyak 39 personil PGT di Sorong dan sekitarnya serta penuntunan C-130 Hercules yang menerjunkan 84 personil di Sorong-Teminabuan
c. Operasi Naga (26 Juni 1962). Merupakan penuntunan 3 buah pesawat C-130 Hercules dari Halim Perdana Kusuma menuju Merauke yang menerjunkan 210 personil dan 8400 kg logistik.
d. Operasi Gurita (26-29 Juni 1962). Merupakan operasi penuntunan pesawat pengintai dari serangan kekuatan udara Belanda dan sekaligus sebagai perlindungan dalam operasi Badar Lumut.
e. Operasi Siaga. Disiapkan untuk menghadapi serangan Belanda. Pesawat yang akan diarahkan adalah TU-16, TU-16 KS, IL-28, Mig-17, P-51 Mustang, B-25 Mitchell, B-26, Dacota, C-130 Hercules, UF-1, PBY-5ยช, MI-4 dan OTTER.
f. Operasi Kilat (Januari 3 Februari 1965). Penuntunan penyerangan, pemboman dan perlindungan daerah yang dikuasai oleh pemberontak Kahar Muzakar dengan menggunakan pesawat pembom taktis B-25, IL-28, MI-4H-202 dan 5 buah C-130 Hercules.
g. Operasi Tumpas. Merupakan penuntunan pesawat C-130 Hercules dan AN-12 Antonov dalam rangka memulangkan seluruh personil dari Pangkalan Udara Hasanuddin menuju Pangkalan Udara Husein Sastranegara.
h. Operasi Pemulihan Timor Timur. Merupakan operasi pengamatan udara yang dipusatkan di atas wilayah udara Timor Timur dalam rangka ikut mengamankan proses disintegrasi.
i. Operasi Sepanjang Tahun. Merupakan operasi pengamatan udara di seluruh wilayah udara nasional yang dilaksanakan oleh satuan–satuan Radar dalam rangka mendeteksi setiap ancaman melalui wahana udara yang memasuki wilayah Indonesia sepanjang tahun.
j. Operasi Gabungan Terkoordinasi. Merupakan operasi pengamatan pertahanan udara yang diawali deteksi, identifikasi dan penindakan sasaran secara terkoordinasi dan terpadu dengan negara tetangga.
Penataan Sistem dan Site Radar
Sistem radar dibentuk dengan menempatkan beberapa radar di medan operasi. Pembentukan sistem radarditujukan untuk pelaksanaan operasi radar itu sendiri dan peningkatan surviveability terhadap serangan udara lawan dan terhadap ECM lawan. Dalam membentuk sistem radar harus diperhatikan “overlapping” antara radar-radar yang bertetangga dan ketinggian dimana lawan akan menyerang.
Penataan Site Radar ditujukan agar radar memiliki surviveability yang tinggi terhadap serangan udara lawan. Apabila musuh berhasil mengebom site radar kita, harus diupayakan agar kerusakan yang diperoleh menjadi sedikit mungkin. Upaya ini dilaksanakan dengan penataan site radar secara engineering sebagai berikut :
1) Hanya sistem antena yang muncul kepermukaan. Sistem lainnya ada di dalam tanah.
2) Jarak antar kabin sejauh mungkin, melebihi “minimum safe distance” sebuah bom/rudal anti Radar.
3) Site radar agar disamarkan.
4) Selalu ada cadangan site radar, yang berarti bahwa ada site dimasa damai dan ada site di masa perang.
5) Site radar dipilih sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi kemampuan operasi radar.
Analisis Terhadap Kondisi Sistem Radar Hanud Dalam Upaya Optimalisasi Penyelenggaraan Pertahanan Udara Nasional
Seperti data yang dirilis oleh Panglima Kohanudnas bahwa sampai saat ini jumlah radar hanud yang dimiliki Kohanudnas baru mencapai separuh dari sekitar 32 radar hanud yang ideal dibutuhkan untuk dapat memonitoring seluruh wilayah udara nasional.
Berdasarkan kualitas, radar hanud yang dimiliki Kohahudnas saat ini yang memiliki teknologi tinggi yaitu radar tipe Master-T buatan Perancis berada di dua satuan radar (di Tanjung Pinang dan Biak). Radar Master-T ini memiliki kelebihan antara lain sudah full solid state, sistem yang digunakan lebih simple tanpa mengurangi kemampuan deteksi radar itu sendiri. Dengan menggunakan sistem modul, proses pemeliharaan dapat dilaksanakan lebih mudah. PSR-nya, mampu mengendalikan intersepsi terhadap sasaran udara sampai jarak 245 NM pada ketinggian 41.000 feet dan SSR (254 NM; 41.000 feet).
Kenyataan yang kita hadapi saat ini bahwa dari 17 radar hanud yang dimiliki saat ini, 3 (tiga) radar dalam kondisi tidak siap operasional/unserviceable dan sejumlah lainnya mengalami malfungsi pada PSR, SSR maupun antena (lihat Lampiran 5). Realitas lainnya yang dihadapi adalah bahwa seluruh radar hanud yang kita punya adalah produk luar negeri, dimana kerahasiaan frekwensi yang digunakan pasti diketahui negara pembuat.
Kondisi untuk pengembangan sistem radar hanud yang kita miliki sangat kompleks dan membutuhkan dana yang sangat besar, namun dari kepentingan monitoring dan pertahanan udara nasional sangat penting dan mendesak. Ditengah-tengah keterbatasan anggaran negara saat ini, perlu dibangun sebuah sikap dan komitmen bersama untuk mengembangkan kemampuan dalam negeri dalam upaya modernisasi alutsista termasuk juga sistem radar. Hal ini dapat dimulai dengan meningkatkan kerjasama khususnya riset antara pemerintah/lembaga litbang, Perguruan Tinggi dan industri nasional. Terkait dengan kemampuan SDM dan alih teknologi telah terbukti bahwa kita ternyata mampu bersaing dan dapat dihandalkan, hanya saja perhatian dari pemerintah dan DPR dirasakan belum memadai terutama banyak kebijakan terkait pembangunan pertahanan negara yang miskoordinasi serta keberpihakan terhadap pengembangan dunia riset masih jauh dari harapan. Keuntungan lainnya dari pengembangan alutsista di dalam negeri adalah ketersediaan suku cadang dengan cepat dan murah.
Beberapa keberhasilan yang diperoleh dari riset bersama dalam pengembangan radar antara lain kerjasama Kohanudnas dengan ITS Surabaya dalam mengembangkan TDAS (Transmission Data Air Situation) dan penginterasian kemampuan antar tipe radar yang ada serta keberhasilan para peneliti BPPT dalam proyek Kementerian Riset dan Teknologi bekerjasama dengan PPET- LIPI, ITB, UI dan IDE dalam menciptakan sebuah radar maritim yang terbukti handal pada akhir 2008.
Dari uraian deskripsi tersebut di atas bahwa modernisasi alutsista termasuk sistem radar tidak harus terhenti hanya karena keterbatasan anggaran. Terbukti bahwa kita punya kemampuan yang bisa dihandalkan seperti kualitas SDM peneliti yang mumpuni dan inovasi teknologi yang memadai kalau diberdayakan. Ironisnya, selama ini para peneliti kita tidak fokus karena kurang adanya jaminan karier dan kesejahteraan yang jelas. Diharapkan pada masa yang akan datang pemerintah bersama-sama DPR perlu untuk merumuskan kembali sejumlah kebijakan terkait pengembangan alutsista dan kemajuan dunia riset di Indonesia.
Analisis Kebijakan Pengembangan Sistem Radar dan Pembangunan Industri Pertahanan
Dari uraian-uraian di atas, tergambar bahwa pemerintah diperhadapkan pada posisi yang serba sulit. Krisis multidimensi yang tidak kunjung selesai, kondisi keuangan negara yang belum membaik, tingkat kesejahteraan rakyat yang belum menunjukkan hasil yang signifikan, kondisi alutsista termasuk sistem radar hanud yang memprihatinkan, profesionalisme dan kesejahteraan prajurit yang belum memadai.
Dari perspektif analisis kebijakan dalam upaya mengatasi kompleksitas persoalan di atas dihadapkan dengan keinginan kuat untuk mengembangkan kekuatan pertahanan khususnya modernisasi alutsista dan pembangunan industri pertahanan. Kasus PT. DI yang merupakan salah satu industri strategis di bidang kedirgantaraan patut kita jadikan pelajaran berharga agar kita dapat lebih bijak dalam menetapkan kebijakan dan pengelolaan industri yang tergolong strategis.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa kebijakan yang baik ditentukan oleh banyak faktor diantaranya latar belakang pemikiran kebijakan tersebut, tujuan dan lingkup kebijakan, kelengkapan informasi yang diperoleh, siapa aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan, bagaimana dampak kebijakan tersebut.
Dalam konteks kebijakan pertahanan negara, dalam banyak hal perlu adanya kesamaan persepsi antara state actors dan non-state actors. Masih banyak anggapan di masyarakat bahwa persoalan pertahanan negara merupakan tanggung jawab militer dan persoalan-persoalan militer. Anggapan tersebut jelas salah, tetapi amat sulit menemukan persamaan pandangan dan pemikiran yang sama tentang konsep pertahanan. Apalagi jika telah sampai pada pemilihan skala prioritas pembangunan, apakah pembangunan bidang kesejahteraan rakyat menjadi prioritas pokok dan mengabaikan pembangunan pertahanan negara.
Konsep, sistem dan strategi pertahanan negara yang telah disepakati yaitu pertahanan semesta hendaknya perlu disosialisasikan sampai ke tingkat akar rumput. Pernyatan di atas sempat menjadi pengalaman penulis ketika melakukan kunjungan kerja ke daerah, dimana terjadi mispersepsi dan miskomunikasi. Ketika penulis dan tim akan melakukan koordinasi dengan pejabat sipil dan LSM di daerah untuk mendapatkan informasi dan data terkait dengan salah satu isu pertahanan, terdapat beberapa pandangan yang berseberangan. Mereka merasa bahwa tanggung jawab pembangunan pertahanan negara hanya domainnya Kemhan/TNI dan pemerintah pusat. Mereka cenderung melihat bahwa terlibat dalam pembangunan pertahanan hanya akan menambah persoalan dan beban pemda dan masyarakat daerah. Saat itu, penulis berkesimpulan bahwa terjadi pemahaman yang salah dalam menyikapi kebijakan Otonomi Daerah dan pertahanan negara merupakan salah satu bidang yang tidak dapat didesentralisasikan ke daerah.
Penulis mengawali analisis kebijakan ini dari bagaimana kita bisa membangun persepsi yang sama dalam melihat dan menyikapi persoalan pertahanan negara. Hal ini merupakan entry point bagi bagaimana publik dapat berperan serta dalam pembangunan dan penyelenggaraan pertahanan negara. Kita harus kembali kepada semangat sebelum kemerdekaan dan semangat mempertahankan kemerdekaan (era 1940-an s.d. 1950-an). Nilai-nilai nasionalisme itu harus tetap ditumbuh-kembangkan, terlebih saat sulit sekarang ini. Persoalan-persoalan bangsa ini adalah persoalan kita semua anak bangsa. Bangsa Indonesia harus mampu bangkit dari keterpurukan, kita harus melihat bahwa perbedaan asal usul dan keragaman budaya sebagai modal dan nilai plus bangsa ini. Cita-cita yang telah dirumuskan para founding fathers bangsa harus dapat diwujudkan oleh generasi sekarang dan generasi mendatang.
Terkait dengan kebijakan-kebijakan pertahanan negara, khususnya upaya memodernisasi alutsista khususnya sistem radar hanud dan membangun kemandirian industri pertahanan perlu terus dikaji ulang agar kita dapat merumuskan suatu kebijakan baru yang lebih komprehensif integral dan memberikan kemanfaatan yang optimal. Pembangunan pertahanan negara tidak bisa dipandang dari aspek ekonomi semata, karena memang memodernisasi alutsista dan mewujudkan kemandirian industri strategis tidak mampu mengembalikan nilai investasi dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dalam waktu singkat. Pembangunan pertahanan negara harus dilihat dari seberapa besar manfaat yang dapat kita peroleh jika kita memiliki kekuatan pertahanan yang kuat.
Bisa dibayangkan, jika kita memiliki kemampuan alutsista yang handal, industri pertahanan yang maju dan prajurit yang profesional mungkin saja pencurian kekayaan alam terutama kekayaan laut, perebutan wilayah, penyelundupan, terorisme dan banyak lagi persoalan pelik lainnya dapat diminimalkan. Berapa besar kerugian negara yang bisa dikembalikan jika kita dapat menjaga wilayah laut kita dari pencurian dan penyelundupan. Belum lagi sikap negara-negara tetangga dan pihak asing yang memiliki kepentingan di sekitar wilayah kedaulatan kita akan berubah menjadi lebih menghargai kita. Posisi tawar Indonesia akan semakin meningkat dan keberadaan kita semakin diperhitungkan dalam pergaulan dunia internasional.
Secara khusus, modernisasi sistem radar hanud sangat mendesak untuk segera direalisasikan secara bertahap. Hal ini didasarkan pada esensi dan fungsi radar sebagai alat deteksi (monitoring) dan intersep terhadap sasaran udara lawan dan kegiatan pelanggaran batas wilayah udara nasional. Mengingat bahwa sistem radar hanud padat teknologi dan berharga mahal (sekitar 227 miliar per unit radar kalau impor dari luar negeri), maka perlu diupayakan pembangunan radar hanud dengan kemampuan sendiri dan diproduksi di dalam negeri melalui pemberdayaan riset dan alih teknologi secara cepat. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari pembangunan radar di dalam negeri dengan kemampuan sendiri antara lain biaya yang dibutuhkan akan lebih murah, tingkat kerahasiaan frekwensi dan ketersediaan suku cadang terjamin. Dengan berbagai inovasi teknologi yang dapat dilakukan oleh para pakar radar terbukti bahwa kita mampu mengintegrasi fungsi dan kemampuan tipe radar yang kita miliki disamping berupaya menciptakan jenis atau tipe radar hanud yang lebih canggih.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan negara (pemerintah) antara lain tetap berupaya menambah alokasi anggaran pertahanan negara, terutama bagi upaya memodernisasi alutsista dan pengembangan industri pertahanan setiap tahunnya, sehingga pada masa mendatang paling tidak Indonesia memiliki besaran alokasi anggaran pertahanan bisa mencapai dua persen dari PDB. Kebijakan Kemhan/TNI yang menekankan pembangunan pertahanan negara yang bertumpu pada minimum essential force menggambarkan pada realitas kondisi negara saat ini. Keterbatasan anggaran menjadi alasan pokok bagi pembangunan bidang pertahanan, khususnya modernisasi alutsista dan pembangunan industri pertahanan. Jika dikaji lebih dalam bahwa kebijakan tersebut adalah kebijakan yang pesimistis dan tidak kurang berani mengambil risiko. Pertanyaan berikutnya yang mungkin bisa dikedepankan adalah sampai kapan bertahan pada kebijakan tersebut? Sampai kapan alutsista terutama radar hanud yang dimiliki saat ini mampu mendukung tugas-tugas pokok TNI khususnya TNI AU? Apakah tidak mungkin ada kebijakan baru yang lebih bijak dan berani menghadapi risiko?
Pertanyaan-pertanyaan di atas patut dikemukakan, mengingat sesungguhnya kita memiliki potensi untuk dapat lebih baik dan bangkit untuk lebih maju. Indonesia memiliki sejumlah industri strategis dan industri pendukung lainnya yang belum dikelolah dengan bijak; memiliki tenaga-tenaga ahli yang handal yang kurang dihargai di negeri sendiri (lebih dihargai di luar negeri); memiliki sumber-sumber kekayaan alam dalam jumlah melimpah yang dapat dikembangkan dalam mendukung bahan baku industri pertahanan dan suku cadang alutsista. Teknologi memang merupakan salah satu kata kunci persoalan ini, tetapi teknologi dapat dipelajari dan terbukti bahwa kita punya kemampuan untuk menguasai teknologi.
Persoalan penting yang harus dipecahkan adalah bagaimana semua pihak dapat duduk berdampingan, menyamakan persepsi dan tujuan yang disertai dengan komitmen yang kuat, tidak mengedepankan kepentingan sektoral untuk membangunan kekuatan pertahanan negara yang handal. Peran serta publik amat dibutuhkan, pemerintah hanya sebagai fasilitastor dan katalisator. Penentuan kebijakan tidak harus selalu diserahkan kepada pemerintah semata sebagai satu-satunya penentu setiap kebijakan, apalagi yang bersifat strategis. Pada era demokrasi saat ini, partisipasi publik juga sangat penting bagi keberhasilan sebuah kebijakan. Salah satu kelemahan yang mungkin harus diperbaiki dan ditingkatkan dari sikap bangsa ini adalah sulitnya menerima perbedaan dan lemah dalam berkoordinasi. Manajemen negara yang baik menuntut hal itu, apalagi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang kompleks.
Khusus tentang modernisasi alutsista dan pembangunan kemandirian industri pertahanan, pemerintah khususnya Kemhan/TNI perlu segera memperbaiki kualitas penelitian dan pengembangan (litbang) pertahanan dan meningkatkan kerjasama secara intens kepada pihak Perguruan Tinggi dan Industri (kerjasama Tripartit). Upaya tersebut juga berarti bahwa perlu adanya peningkatan anggaran bagi litbang pertahanan. Kemudian mengkaji ulang semua prosedur pengadaan sarana dan prasarana pertahanan, khususnya alutsista TNI. Pengadaan alutsista sepatutnya harus melalui proses litbang dan memberdayakan industri dalam negeri. Disamping itu perlu suatu keberanian untuk mengurangi keinginan membeli alutsista dari luar negeri; harus ada upaya untuk memulai dan mengembangkan industri pertahanan demi mengurangi ketergantungan dengan pihak luar. Langkah yang bisa ditempuh dimulai dengan merumuskan suatu kebijakan baru tentang kemandirian alutsista dengan berpegangan pada satu prinsip bahwa tidak ada pihak yang dirugikan; bila perlu pemerintah menyediakan insentif bagi litbang pertahanan maupun industri pertahanan dan pendukungnya.
Strategi Pengembangan Teknologi dan Rencana Kebutuhan Sistem Radar Hanud Bagi Terwujudnya Kemandirian Alutsista
Untuk merumuskan strategi yang tepat bagi pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud guna mewujudkan kemandirian alutsista dalam mendukung optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara digunakan analisis SWOT. SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) Analysis adalah analisis yang dilakukan untuk dapat melakukan identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan internal serta peluang dan ancaman yang berasal dari lingkungan eksternal. Manfaat analisis ini sebagai bahan acuan untuk memperkuat kekuatan dan memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan dan menetralkan ancaman.
Sebagai langkah awal analisis dimulai dengan mengidentifikasikan berbagai faktor strategi internal dan eksternal yang menunjang pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud dilakukan pembobotan atas berbagai faktor strategi sesuai dengan tahap analisis SWOT.
Dari hasil perhitungan analisis SWOT di atas, strategi pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud menuju kemandirian alutsista guna optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara tergambar dari grafik di bawah ini :
Gambar 3. Posisi Strategi Pengembangan Teknologi dan Rencana Kebutuhan Sistem Radar Hanud dengan Alternatif Strategi yang Terpilih Berdasarkan Hasil Analisis SWOT
Adapun langkah untuk mencapai strategi tersebut dapat dilakukan dalam pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud menuju kemandirian alutsista bagi guna optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara sebagai berikut :
1. Menggiatkan kerjasama riset antar pembuat regulator/user (Kemhan/TNI) dengan Perguruan Tinggi dan lembaga riset serta industri nasional untuk mengembangkan teknologi radar hanud dengan mengoptimalkan kemampuan inovasi teknologi secara efektif dan berkesinambungan.
2. Menata ulang setiap program kerja dan anggaran di setiap satker Kemhan/TNI khususnya terkait dengan modernisasi alutsista (pengembangan teknologi radar hanud) agar setiap program kerja dan anggaran yang dialokasikan setiap tahunnya efektif, terukur dan akuntabel.
3. Memperluas kesempatan belajar bagi para perwira berkualifikasi teknologi elektronika dan radar sebagai upaya untuk mempercepat penguasaan teknologi dalam rangka mendukung kemandirian alutsista terutama sistem radar.
4. Mengkaji ulang semua kebijakan yang terkait dengan modernisasi alutsista terutama radar hanud agar dihasilkan kebijakan-kebijakan tersebut komprehensif, terukur dan berhasil pada tataran implementasi.
5. Menambah alokasi anggaran pertahanan, khususnya anggaran bagi kegiatan litbang pertahanan sehingga rencana modernisasi alutsista dapat dihasilkan dari industri dalam negeri.
6. Mensosialisasikan setiap kebijakan-kebijakan strategis bidang pertahanan kepada publik, sehingga Kemhan/TNI memperoleh dukungan dan legitimasi yang kuat dari masyarakat sipil, sekaligus mempercepat terwujudnya demokrasi serta pelaksanaan good governance.
Kesimpulan
Dari hasil pengolahan dan analisis data terhadap permasalahan pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud menuju kemandirian alutisista guna optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Jumlah radar hanud yang dimiliki Kohanudnas untuk meng-cover seluruh wilayah udara nasional masih sekitar 50% (17 satradar) dari 32 kebutuhan ideal. Seluruh sistem radar hanud yang kita miliki merupakan produk luar negeri, dimana kondisinya banyak yang tidak siap operasional, terjadi kerusakan pada sejumlah komponen dan teknologinya sudah ketinggalan (out of date). Tipe radar hanud terbaru dengan teknologinya cukup canggih yang dimiliki Kohanudnas saat ini adalah Master-T buatan Perancis
b. Keterbatasan anggaran pertahanan berdampak pada terhambatnya proses modernisasi radar hanud dan pembangunan kemandirian alutsista, namun pemerintah memiliki potensi untuk mengembangkannya melalaui peningkatan kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri (Perguruan Tinggi, Industri, lembaga-lembaga riset) secara lebih intens. Indonesia memiliki potensi SDM peneliti dan rekayasa engineering yang handal untuk melakukan inovasi teknologi bagi pengembangan teknologi radar hanud.
c. Dari hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi yang dapat dilakukan saat ini bagi pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud menuju kemandirian alutsista guna optimalisasi penyelenggaraan pertahanan negara yaitu melaksanakan strategi konsolidasi (kuadran IV). Strategi tersebut berarti memanfaatkan peluang yang ada seefektif mungkin untuk meminimalkan kelemahan yang dimiliki. Kebutuhan sistem radar hanud baik kuantitas maupun kualitas yang ideal dan berteknologi tinggi untuk menjalankan fungsi menjaga kedaulatan wilayah udara nasional sangat mendesak diperhadapkan dengan kompleksitas ancaman serta keterbatasan anggaran pertahanan menuntut untuk segera dilakukannya upaya mengembangkan potensi kekuatan dan peluang yang dimiliki antara kualitas SDM (para ahli radar) dan peneliti handal dibidang elektronika dan rekayasa engineering dan komitmen yang kuat dari setiap stakeholders untuk membangun kemandirian alutsista serta meningkatkan profesionalisme prajurit dalam penguasaan teknologi radar.
Saran
Dari kesimpulan di atas dapat ditawarkan beberapa rekomendasi bagi pengembangan teknologi dan rencana kebutuhan sistem radar hanud menuju kemandirian alutsista sebagai berikut :
a. Bagi pemerintah, khususnya Kemhan/TNI untuk mengkaji ulang kebijakan-kebijakan tentang upaya pengembangan (modernisasi) sistem radar hanud bagi kemandirian alutsista agar kendala-kendala yang menghambat upaya tersebut dapat diatasi dan berhasil pada saat diimplementasikan.
b. Bagi Perguruan Tinggi dan Industri diharapkan dapat lebih proaktif untuk berperan serta dalam pembangunan pertahanan negara, khususnya upaya pengembangan teknologi radar dan pembangunan alutsista, baik melalui kegiatan-kegiatan riset maupun produksi.
c. Bagi DPR, diharapkan dapat mendesak Presiden untuk menambah alokasi anggaran bagi pertahanan dan sekaligus lebih aktif memberikan saran dan sumbangan pemikiran bagi alternatif-alternatif upaya yang harus dilakukan pemerintah terutama dalam kondisi keterbatasan keuangan negara saat ini.
Post a Comment