REPUBLIKA.CO.ID, Stres, depresi, dan emosi, kerap dialami
seseorang. Mereka berharap. Bahwa hidup penuh dengan keindahan. Hidup
selalu bisa menyuguhkan berbagai kenikmatan. Misal, harapan memiliki
harta berlimpah. Namun kenyataannya, harapan tersebut tidak tercapai.
Hanya segelintir harta didapat, sekadar untuk memenuhi kehidupan
sehari-hari.
Kekecewaan datang. Muncullah stres. Bahkan sampai depresi. Emosi kerap tidak terkontrol. Ketiga hal itu membuat kehidupan semakin suram. Berikut ini wawancara Wartawan Republika Erdy Nasrul dengan tokoh dakwah internasional dari Silicon Valley, Amerika Serikat, Syekh Alauddin Elbakri, memunculkan pemahaman bagaimana menghadapi ketiga hal itu.
Bagaimana menghadapi stres menurut Rasulullah?
Rasulullah banyak mengajarkan kita cara menghadapi stres. Namun sebelum sampai ke sana, kita harus terlebih dahulu memahami apa itu stres. Ada yang mengatakan stres adalah ketidakmampuan meraih sesuatu. Bisa juga berawal dari kekecewaan karena seseorang sudah melakukan sesuatu namun harapannya tidak juga tercapai.
Seorang kehilangan pekerjaannya bisa saja menjadi stress. Bisa juga terkena depresi. Kalau sudah mengkhawatirkan, bisa jadi akhirnya mengalami gangguan jiwa. Kalau sudah sampai kesana ya habislah sudah. Seseorang hilang kesadarannya.
Kenapa bisa begitu?
Jelas. Pertama dia akan menjadi asosial. Orang tidak mau mendekati atau bergaul dengannya. Kedua, rasa ketakutan dalam dirinya terlalu tinggi. Dia takut orang lain mengetahui kebobrokannya. Ketakutan seperti itu membuat apa yang ditakutkan justru semakin terlihat.
Maksudnya?Misalkan kamu minum kopi. Kemudian kopi tumpah di kemeja yang dipakai. Muncullah rasa takut. Orang-orang akan menghina penampilan, karena kemeja kamu terkena tumpahan kopi. Akhirnya kamu berjalan tidak seperti biasanya. Hal itu justru semakin membuat orang-orang bertanya-tanya kamu kenapa. Sikap seperti itu justru memancing orang untuk menghina kamu.
Seharusnya bagaimana?Biasa saja. Tidak perlu disembunyikan. Kamu bisa jalan dengan biasa saja tanpa ada rasa malu. Kalau orang menegur, tinggal kamu sampaikan tadi dirimu terkena tumpahan kopi. Orang lain akan mengatakan bahwa itu hal biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kegagalan adalah hal biasa. Selalu saja terjadi. Yang sepantasnya adalah, kegagalan adalah dianggap sebagai pelajaran. Kegagalan adalah evaluasi diri agar tidak lagi mengalami hal yang sama.
Cara yang paling mudah menghilangkan stres?Pertama adalah kemampuan mengontrol diri. Kita harus mampu mengendalikan keinginan-keinginan yang ada di dalam diri. Kita harus menyesuaikan keinginan dan kemampuan. Ingatlah kisah Umar bin Khatab. Dia berjalan bersama rombongannya. Tiba-tiba dia langsung duduk. Rombongan bertanya-tanya ada apa dengan khalifah.
Seorang muslim bertanya, 'ya khalifah, kenapa tiba-tiba engkau duduk?' Kemudian khalifah menjawab dirinya takut diselimuti kesombongan. Dirinya merasa kesombongan akan datang di saat dia berjalan dengan rombongannya kemudian disapa, dipuji, dan diagung-agungkan oleh siapapun yang melihatnya.
Nah apa yang dilakukan Umar adalah mengetahui adanya sifat buruk dalam dirinya, sekaligus dia mampu untuk menyembuhkannya sendiri. Kemampuan seperti inilah yang mampu membuat orang tidak gila. Kalau seperti itu maka stres tidak ada. Tidak adalagi emosi yang tidak jelas. Depresipun tidak.
Seperti apa mengendalikan diri itu?Ini harus dicermati. Mengendalikan diri bukan berarti menghapus keinginan - keinginan yang ada didalam diri. Boleh saja seseorang memiliki keinginan, karena itu hal alami. Manusia pasti punya keinginan.
Silahkan keinginan itu dikelola dengan baik. Kalau manusia tidak punya keinginan maka dia tidak akan berjuang untuk bertahan hidup. Sementara Rasulullah mengajarkan kita untuk berbuat untuk keduniaan. Dan keakhiratan.
Manusia, kerap tidak mampu mengelola keinginan. Nafsu yang kemudian muncul, yaitu ingin menguasai apapun, termasuk semesta. Ingatlah Firaun di zaman Nabi Musa dulu, ditenggelamkan Allah, mati ditelan lautan, karena terlalu bernafsu menjadi penguasa. Firaun berkata semua bisa diaturnya, bahkan manusia harus beribadah seperti apapun dia atur. Wahai Musa, aku akan bangun menara yang tinggi untuk melihat Tuhanmu. Begitu kata Firaun itu.
Kita tidak bisa seperti itu. Ada ketergantungan dalam diri kita untuk menggapai sesuatu. Misal, kita harus berdoa kepada Allah agar apa yang kita inginkan tercapai. Allah sendiri menjanjikan berdoalah maka pasti dikabulkan. Berdoa ini nantinya akan memunculkan keyakinan dan kemantapan diri untuk melakukan sesuatu. Kalau sudah yakin maka pasti akan mudah melakukan sesuatu. Target yang kita inginkan akan tercapai. Jadi berdoa kemudian berusaha.
Ini cara Islam?Tentu saja. Islam adalah agama yang menghadirkan tantangan bagi kita untuk menghadapi sesuatu. Islam menghadirkan kekuatan mental sehingga umat Islam semakin kuat dan tidak mudah mundur menghadapi sesuatu. Ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya adalah pengalaman yang kalau dipelajari akan menjadikan kita kuat, bahkan lebih kuat dari Sparta.
Coba perhatikan kisah-kisah yang terkandung di dalam Alquran. Misal, bagaimana nabi Musa menghadapi Firaun. Itu jelas sangat berat. Namun Allah menunjukkan segala hal mungkin terjadi. Kalau memang Allah sudah sayang dengan hamba maka pasti akan ada pertolongan. Musa sudah berjuang maksimal, namun kalau dia berjuang sendirian melawan firaun pasti kalah. Maka Allah membantunya dengan mu'jizat.
Kita harus berjuang maksimal. Jangan mudah menyerah. Kalau nantinya kita memang sudah tidak mampu maka yakinlah, Allah pasti akan turun tangan, seperti ketika Allah membantu Musa menghadapi Firaun.
Sumber : http://www.republika.co.id
Kekecewaan datang. Muncullah stres. Bahkan sampai depresi. Emosi kerap tidak terkontrol. Ketiga hal itu membuat kehidupan semakin suram. Berikut ini wawancara Wartawan Republika Erdy Nasrul dengan tokoh dakwah internasional dari Silicon Valley, Amerika Serikat, Syekh Alauddin Elbakri, memunculkan pemahaman bagaimana menghadapi ketiga hal itu.
Bagaimana menghadapi stres menurut Rasulullah?
Rasulullah banyak mengajarkan kita cara menghadapi stres. Namun sebelum sampai ke sana, kita harus terlebih dahulu memahami apa itu stres. Ada yang mengatakan stres adalah ketidakmampuan meraih sesuatu. Bisa juga berawal dari kekecewaan karena seseorang sudah melakukan sesuatu namun harapannya tidak juga tercapai.
Seorang kehilangan pekerjaannya bisa saja menjadi stress. Bisa juga terkena depresi. Kalau sudah mengkhawatirkan, bisa jadi akhirnya mengalami gangguan jiwa. Kalau sudah sampai kesana ya habislah sudah. Seseorang hilang kesadarannya.
Kenapa bisa begitu?
Jelas. Pertama dia akan menjadi asosial. Orang tidak mau mendekati atau bergaul dengannya. Kedua, rasa ketakutan dalam dirinya terlalu tinggi. Dia takut orang lain mengetahui kebobrokannya. Ketakutan seperti itu membuat apa yang ditakutkan justru semakin terlihat.
Maksudnya?Misalkan kamu minum kopi. Kemudian kopi tumpah di kemeja yang dipakai. Muncullah rasa takut. Orang-orang akan menghina penampilan, karena kemeja kamu terkena tumpahan kopi. Akhirnya kamu berjalan tidak seperti biasanya. Hal itu justru semakin membuat orang-orang bertanya-tanya kamu kenapa. Sikap seperti itu justru memancing orang untuk menghina kamu.
Seharusnya bagaimana?Biasa saja. Tidak perlu disembunyikan. Kamu bisa jalan dengan biasa saja tanpa ada rasa malu. Kalau orang menegur, tinggal kamu sampaikan tadi dirimu terkena tumpahan kopi. Orang lain akan mengatakan bahwa itu hal biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kegagalan adalah hal biasa. Selalu saja terjadi. Yang sepantasnya adalah, kegagalan adalah dianggap sebagai pelajaran. Kegagalan adalah evaluasi diri agar tidak lagi mengalami hal yang sama.
Cara yang paling mudah menghilangkan stres?Pertama adalah kemampuan mengontrol diri. Kita harus mampu mengendalikan keinginan-keinginan yang ada di dalam diri. Kita harus menyesuaikan keinginan dan kemampuan. Ingatlah kisah Umar bin Khatab. Dia berjalan bersama rombongannya. Tiba-tiba dia langsung duduk. Rombongan bertanya-tanya ada apa dengan khalifah.
Seorang muslim bertanya, 'ya khalifah, kenapa tiba-tiba engkau duduk?' Kemudian khalifah menjawab dirinya takut diselimuti kesombongan. Dirinya merasa kesombongan akan datang di saat dia berjalan dengan rombongannya kemudian disapa, dipuji, dan diagung-agungkan oleh siapapun yang melihatnya.
Nah apa yang dilakukan Umar adalah mengetahui adanya sifat buruk dalam dirinya, sekaligus dia mampu untuk menyembuhkannya sendiri. Kemampuan seperti inilah yang mampu membuat orang tidak gila. Kalau seperti itu maka stres tidak ada. Tidak adalagi emosi yang tidak jelas. Depresipun tidak.
Seperti apa mengendalikan diri itu?Ini harus dicermati. Mengendalikan diri bukan berarti menghapus keinginan - keinginan yang ada didalam diri. Boleh saja seseorang memiliki keinginan, karena itu hal alami. Manusia pasti punya keinginan.
Silahkan keinginan itu dikelola dengan baik. Kalau manusia tidak punya keinginan maka dia tidak akan berjuang untuk bertahan hidup. Sementara Rasulullah mengajarkan kita untuk berbuat untuk keduniaan. Dan keakhiratan.
Manusia, kerap tidak mampu mengelola keinginan. Nafsu yang kemudian muncul, yaitu ingin menguasai apapun, termasuk semesta. Ingatlah Firaun di zaman Nabi Musa dulu, ditenggelamkan Allah, mati ditelan lautan, karena terlalu bernafsu menjadi penguasa. Firaun berkata semua bisa diaturnya, bahkan manusia harus beribadah seperti apapun dia atur. Wahai Musa, aku akan bangun menara yang tinggi untuk melihat Tuhanmu. Begitu kata Firaun itu.
Kita tidak bisa seperti itu. Ada ketergantungan dalam diri kita untuk menggapai sesuatu. Misal, kita harus berdoa kepada Allah agar apa yang kita inginkan tercapai. Allah sendiri menjanjikan berdoalah maka pasti dikabulkan. Berdoa ini nantinya akan memunculkan keyakinan dan kemantapan diri untuk melakukan sesuatu. Kalau sudah yakin maka pasti akan mudah melakukan sesuatu. Target yang kita inginkan akan tercapai. Jadi berdoa kemudian berusaha.
Ini cara Islam?Tentu saja. Islam adalah agama yang menghadirkan tantangan bagi kita untuk menghadapi sesuatu. Islam menghadirkan kekuatan mental sehingga umat Islam semakin kuat dan tidak mudah mundur menghadapi sesuatu. Ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya adalah pengalaman yang kalau dipelajari akan menjadikan kita kuat, bahkan lebih kuat dari Sparta.
Coba perhatikan kisah-kisah yang terkandung di dalam Alquran. Misal, bagaimana nabi Musa menghadapi Firaun. Itu jelas sangat berat. Namun Allah menunjukkan segala hal mungkin terjadi. Kalau memang Allah sudah sayang dengan hamba maka pasti akan ada pertolongan. Musa sudah berjuang maksimal, namun kalau dia berjuang sendirian melawan firaun pasti kalah. Maka Allah membantunya dengan mu'jizat.
Kita harus berjuang maksimal. Jangan mudah menyerah. Kalau nantinya kita memang sudah tidak mampu maka yakinlah, Allah pasti akan turun tangan, seperti ketika Allah membantu Musa menghadapi Firaun.
Sumber : http://www.republika.co.id
Post a Comment