Beton pada dasarnya tersusun dari semen, pasir, kerikil, dan
air. Ke depan, semakin banyak bangunan diciptakan, semakin besar pula
kebutuhan material untuk membuat beton.
Di satu sisi, harga semen semakin tinggi. Proses fabrikasi semen
juga menambah pelepasan karbon dioksida di udara. Efek rumah kaca
semakin menjadi. Sementara pasir dan kerikil bahan alam juga perlu
dihemat. Bahan alternatif perlu dicari. Untuk Indonesia, bahan
alternatif harus murah, mudah diperoleh, dan bisa menggantikan fungsi
material penyusun beton. Artinya, material alternatif perlu memiliki
sifat pengikat seperti semen.
Material yang sudah mulai dikenal adalah limbah atau abu sisa
pembakaran batu bara (fly ash) yang dihasilkan dari proses pembangkit
listrik tenaga uap atau pembangkit listrik berbahan bakar batu bara
milik perusahaan-perusahaan. Para mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS), dibimbing para dosennya, memadukan limbah batu bara
dengan limbah besi (iron slag) dan limbah tembaga (copper slag).
Dua tim dari Jurusan Teknik Sipil ITS yang menggunakan bahan-bahan
alternatif ini mendapat penghargaan dalam Semen Tiga Roda Concrete
Competition Award. Kompetisi ini diselenggarakan mulai pertengahan Juli
sampai awal Agustus dan diikuti 108 tim dari berbagai perguruan tinggi
di Indonesia.
Tim pemenang pertama terdiri atas tiga mahasiswa semester 7 ITS,
yaitu Erlina Yanuarini, Fani Bagus Satria, dan Aditya Irwanto. Mereka
memanfaatkan limbah batu bara dan limbah tembaga untuk mengurangi
penggunaan semen dan pasir.
Adapun tim lainnya yang terdiri atas mahasiswa semester 5 menjadi
pemenang harapan pertama. Tim ini menggunakan bahan limbah batu bara
dan limbah besi sebagai bahan alternatif untuk mengurangi semen, pasir,
dan kerikil.
Untuk tim pertama, limbah batu bara yang sangat halus, berukuran 45
mikrometer, menggantikan 15 persen semen. Penggunaan limbah batu bara
bisa menyubstitusi 15 persen-25 persen semen. Sebab, sifat limbah batu
bara hampir seperti semen yang mengikat.
Pada jumlah itu, limbah batu bara meningkatkan durabilitas karena
ukuran partikelnya sangat kecil. Pori beton bisa diminimalkan. Karena
pori lebih halus, bahan kimia, air, atau udara lebih sulit masuk ke
beton. Karena itu, menurut Kepala Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS Tavio,
beton menjadi lebih awet.
Limbah tembaga, menurut Erlina, porositasnya kecil, sementara
kepadatan, kekedapan, dan kekerasannya baik. Butirannya yang pipih,
runcing, dan tajam menguntungkan karena pengikatan material semakin
baik.
Untuk beton buatan Erlina, Bagus, dan Aditya, limbah tembaga
menggantikan 30 persen pasir. Material lainnya adalah batu pecah atau
kerikil, Glenium C-351 sebagai bahan kimia pereduksi air, dan air.
Semen dan pasir juga tetap digunakan dalam jumlah sedikit.
Dengan komposisi itu, kuat tekan setelah satu hari berkisar 58,85
MPa dan 59,42 MPa, setelah tiga hari 65,25 MPa, dan setelah tujuh hari
menjadi 72,88 MPa. Dalam uji kuat tekan oleh tim juri, tiga beton
sampel karya tim ini berkuat tekan 75 MPa, 76 MPa, dan 101 MPa.
Biaya pembuatan beton juga bisa ditekan. Beton reguler butuh Rp
755.000 per meter kubik, beton dari limbah batu bara dan tembaga hanya
Rp 675.000 per meter kubik.
Untuk beton berbahan limbah besi, menurut Wahyu Candra, harganya
juga lebih murah, berkisar Rp 700.000 per meter kubik. Limbah besi ini
malah bisa menjadi pengganti pasir dan kerikil.
Limbah besi berukuran 4,76 milimeter bisa menggantikan pasir sampai
40 persen. limbah besi yang menggumpal dan lolos ayak ukuran 3/8
inci-1/4 inci bisa menggantikan kerikil sampai 50 persen. Limbah batu
bara juga digunakan sebagai pengganti semen sampai 25 persen. Juga
digunakan bahan kimia superplasticizer sebagai pereduksi air.
Dari komposisi itu, Wahyu Candra, Rifdia Arisandi, dan Rachmat Putra
menghasilkan beton dengan kuat tekan 50 MPa setelah tiga hari dan 70
MPa setelah tujuh hari. Namun, pada pengukuran juri, hanya berkuat
tekan 60 MPa.
Pembuatan beton dengan berbagai alternatif material ini, menurut
Kepala Laboran Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan ITS Soehardjo,
juga bergantung pada komposisi air. Penggunaan air harus optimal dan
tidak terlalu banyak.
Silika
Bahan alternatif, seperti limbah besi dan limbah tembaga, menurut
Tavio, bisa dimanfaatkan menjadi pembuat beton. Sebab, umumnya limbah
pabrik logam mengandung silika yang berdaya ikat. Kendati di udara
bebas limbah besi dan tembaga bisa masuk saluran pernapasan dan
menimbulkan penyakit, pada beton, partikel umumnya berikatan dengan
semen dan air. Semestinya bahan ini tidak berbahaya untuk manusia.
Namun, menurut Tavio, masih perlu penelitian lebih lanjut untuk
menguji permeabilitas atau waktu yang diperlukan udara, air, atau bahan
kimia untuk meresap dalam pori beton berbahan alternatif ini. Dari uji
permeabilitas ini, bisa ditentukan berapa lama usia beton.
Selain itu, perlu pula diteliti keamanan bahan-bahan ini apabila beton melapuk.
Tavio menambahkan, penelitian dengan memadukan penggunaan limbah
batu bara, limbah besi, dan limbah tembaga juga perlu dilakukan. Saat
ini pengajar Jurusan Teknik Sipil ITS masih terus mencari bahan-bahan
lain yang bisa menjadi materi alternatif pengganti semen, pasir, dan
kerikil
HomeMahasiswa Indonesia Temukan Beton Super Kuat Dari Limbah
Post a Comment