Kali pertama masuk Russia lewat Moskow, dengan pesawat Airbus besar yang berangkat dari Narita. Dilanjutkan dari Moskow ke Tomsk (Siberia) dengan pesawat lokal. Tidak ada hal yang istimewa kecuali lama perjalanan Narita-Moskow selama 9 jam di udara dan kepiawaian pilot untuk mendarat di daerah Siberia dalam keadaan musim dingin penuh salju di malam hari bersuhu sekitar -30 derajat Celcius.
Kedua kali, masuk lewat Vladivostok dari Toyama. Kali ini cukup mengagetkan. Bagaimana tidak, pesawat yang digunakan adalah pesawat tua kecil dengan 4 kursi duduk perbaris, dengan kapasitas penumpang 30 orang. Koper dan barang-barang lain diletakkan di bagian ekor pesawat, mirip seperti pesawat militer kecil untuk membawa prajurit dengan pintu masuk keluar dari bagian ekor pesawat. Tidak ada air conditioner, sehingga ruangan berbau pengab dan panas. Untuk mengurangi udara panas, jendela pilot pun harus dibuka jika mesin tidak dihidupkan. Tapi kebimbangan saya hilang setelah pesawat mengudara, ternyata mesinnya masih cukup baik dan tahan di udara yang suhunya -50 derajat Celcius (kala itu sedang musim gugur). Waktu itu belum menyadari bahwa pesawat Russia keluaran tahun 70-an ini (YAK-40) juga jenis yang jatuh di Uzbekistan awal tahun ini setelah menabrak bangunan konkrit bandara.
Kali ketiga, ketika masuk lewat Vladivostok dari Niigata, kekhawatiran sudah agak berkurang terbang dengan pesawat kecil Vladivostok avia TU-154, sekalipun ini jenis pesawat yang jatuh di Irkutsk Siberia tahun 2001.
Mobil-mobil yang digunakan di Moskow, apalagi di Tomsk, masih banyak mobil tahun 60-an. Desainnya kotak ¡¦tanpa ada desain aerodynamis. Bahkan Volga merek mobil yang kami tumpangi meskipun dibuat tahun 90-an, desainnya masih mobil jaman doeloe. Image tentang Russia ialah dengan kekuatan ilmu dasar yang dimiliki, mereka berani memproduksi barang/mesin-mesin berat dengan spesifikasi berlipatganda. Hasilnya, barang tersebut bisa tahan bertahun-tahun sekalipun desain luar tampak kurang menarik.
Untuk membuat pesawat/mobil yang tahan di daerah beku, mereka harus mempertimbangkan Nil Ductility Temparature (NDT) -suhu dimana bahan tidak mempunyai kelenturan- dari material yang digunakan, agar tidak mengalami brittle fracture di suhu rendah. Hal ini mengingatkan kisah kapal Liberty Ship yang terbelah di dok dalam suhu air rendah. Ini mungkin menjadi pelajaran berharga bagi mereka. Atau kapal TITANIC yang karam setelah menabrak bengkuhan es, yang diduga juga karena suhu dingin 35 F menyebabkan brittle fracture mudah terjadi, mungkin juga ini menjadi bahan pertimbangan bagi mereka. Yang jelas, tidak akan mudah untuk mendesain alat di cuaca ekstrim di Siberia yang suhunya bisa mencapai -35 C di musim dingin dan 35 C di musim panas.
Sumber : http://www.kamusilmiah.com
Post a Comment