HomeTeknologi Mobil Listrik Adalah Teknologi Masa Depan
Teknologi Mobil Listrik Adalah Teknologi Masa Depan
Thursday, March 28, 20130 comments
Teknologi mobil listrik adalah teknologi masa depan dan nantinya industri otomotif akan bermuara di sana. Hal itu berulang kali ditekankan oleh anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi dalam wawancaranya dengan Jafei B. Wuysang dari Warta Ekonomi. Namun, menurut Rinaldy, pemerintah sebaiknya tidak hanya tenggelam dalam euforia mobil listrik nasional, tetapi juga berusaha mempersiapkan infrastruktur yang memadai jika teknologi itu mulai diaplikasikan. Berikut petikan wawancara Jafei dengan Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia itu, belum lama ini.
Mengapa industri mobil listrik nasional seperti jalan di tempat?
Teknologi mobil listrik itu adalah teknologi masa depan. Saya yakin, ujung dari teknologi listrik itu adalah mesin listrik. Masalahnya, selama ini industri mobil diawali dengan combustion engine. Combustion engine adalah mesin yang menggunakan pembakaran. Dari pembakaran itu terjadi gerakan piston, lalu gerakan piston menggerakkan roda. Sehingga, itu yang berkembang. Jadi, kebutuhan akan minyak bumi makin besar.
Penemuan motor listrik itu sebenarnya sudah lama, tetapi penggunaannya untuk mobil baru akhir-akhir ini. Malah, untuk roda dua atau sepeda motor, sekarang telah ada beberapa daerah di Cina yang tidak memperbolehkan penggunaan sepeda motor berbahan bakar minyak. Jadi, perkembangan teknologi akan ke sana dan kita perlu mengantisipasi itu.
Cuma, begitu kita masuk ke pergantian dari bahan bakar minyak ke listrik, kebutuhan akan listrik akan menjadi berlipat ganda. Apalagi, di Indonesia kebutuhan listrik untuk rumah tangga masih besar. Sehingga, begitu dimasukkan kebutuhan untuk energi transportasi, butuh kesiapan dari sisi pembangkitan listrik. Ini perlu diantisipasi. Harus disiapkan dari sisi pembangkitan, kalau tidak, nanti lebih rumit
Jadi, infrastruktur kelistrikan kita belum memadai untuk mengakomodasi mobil listrik?
Belum. Masuknya mobil listrik dalam jumlah yang besar itu akan mengganggu perencanaan listrik dan mengganggu kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Untuk kebutuhan listrik yang non-transportasi saja, pemerintah masih kewalahan.
Jadi, jika dilihat dari sisi penggunaan energi listrik yang lebih efisien dan lebih bersih, mobil listrik itu positif. Namun, dilihat dari sisi kesiapan pemerintah atau perusahaan listrik nasional, akan timbul masalah apabila pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan itu dengan mengubah penggunaan dari minyak ke listrik secara besar-besaran untuk transportasi.
Oleh karena itu, Menteri BUMN yang sekarang mencanangkan itu tidak bisa hanya melihat dari aspek lingkungan untuk konversi dari BBM ke listrik di bidang transportasi. Harus ada perencanaan matang yang menggabungkannya dengan perencanaan pembangunan kelistrikan di Indonesia.
Tahun depan rencananya PT Pindad akan memproduksi 10.000 motor listrik untuk digunakan di mobil listrik. Apabila dilihat dari sisi kesiapan infrastruktur pendukungnya, bisa terkejar atau tidak?
Mungkin terkejar, tetapi harus diatur mengenai jam berapa baterai mobil listrik itu boleh di-charge. Beban puncak atau penggunaan listrik secara maksimum biasanya pada malam hari hingga pukul 24.00 dan setelah itu mulai turun. Maka, harus ada pengaturan agar charging baterai mobil listrik tidak dilakukan sewaktu beban puncak. Misalnya, hanya boleh diisi dari pukul 01.00 hingga 06.00 pagi atau dari pukul 15.00 hingga 18.00 sore. Itu tidak akan mengganggu. Jadi, kita menggunakan listrik untuk mobil pada saat di luar waktu beban puncak.
Jadi, nanti harus ada kerja sama antara tempat mobil itu di-charge dan perusahaan listrik. Harus ada pengaturan yang namanya load management. Kalau demikian, bisa.
Menurut Anda, apakah program mobil listrik itu feasible?
F easible, tetapi nanti jangan seperti program bahan bakar nabati/biofuel. Sudah dibentuk tim nasional, sudah dicanangkan oleh Presiden, sudah diberi dana, tetapi bagaimana langkahnya setelah bahan baku untuk biofuel jadi, tidak disiapkan. Jadi, jangan hanya memikirkan produksi mobilnya saja, tetapi harus dipikirkan juga bagaimana nanti untuk menyuplai energi listriknya. Bagaimana load management-nya nanti. Mesti ada load management. Kalau tidak, akan mengganggu kebutuhan listrik untuk rumah dan industri.
Saya melihat motor listrik sebenarnya lebih feasible untuk Indonesia, karena kalau mobil itu biasanya perjalanannya jauh. Kita lihat saja percobaan Dahlan Iskan yang menggunakan mobil listrik ke kantor, tetapi ternyata di tengah jalan, di Jl. Sudirman, Jakarta, mobilnya mogok karena baterainya habis dan tidak bisa menjalankan mobilnya lagi. Ini hal yang tidak terlalu baik pada tahap-tahap awal seperti ini. Sementara itu, kalau sepeda motor jarang digunakan orang hingga berjam-jam. Sepeda motor juga lebih banyak digunakan untuk jarak pendek, sehingga kalau difokuskan ke sepeda motor, mungkin akan lebih positif.
Bagaimana dengan resistensi dari industri otomotif yang sudah mapan?
Iya, di situ ada persaingan bisnis kalau nanti semua mobil menggunakan listrik. Persaingan bisnisnya begini, banyak perusahaan otomotif sekarang menguasai teknologi combustion engine yang sudah bagus sekali dan menghabiskan banyak dana untuk mencapai itu. Sehingga, kalau kita cepat-cepat ke listrik, lalu dia belum siap untuk itu, pasti dia dirugikan.
Saya melihat Cina lebih maju di bidang motor listrik ini. Mungkin karena mereka tidak terlalu bermain di industri otomotif konvensional. Saya banyak melihat motor listrik digunakan di Cina. Kita di sini banyak juga mendapati produk motor listrik dari Cina. Di pusat perbelanjaan Mangga Dua, Jakarta, harga jualnya Rp5 juta, sementara dahulu Rp7 juta.
Kita harus berpikir positif. Jangan sampai prospek mobil listrik ini seperti program transportasi massal kita. Banyak industri otomotif yang tidak senang kalau kita membuat mass transportation, karena nanti orang akan berkurang membeli motor dan mobil. Kalau kita ikuti mereka terus, akhirnya seperti sekarang, kita tidak punya mass transportation, karena selalu terhambat.
Jadi, memang ada persaingan bisnis di sini. Bagi industri yang belum menguasai itu, dia akan mengatakan kendaraan listrik sulit berkembang dan punya banyak kelemahan. Memang ini punya kelemahan, terutama teknologi baterainya yang belum siap. Namun, negara-negara maju sekarang banyak yang mengeluarkan dana penelitian untuk menghasilkan baterai yang lebih efisien. Bahkan, dengan nanoteknologi, baterainya tidak perlu berukuran besar, bisa lebih kecil, tetapi dayanya besar.
Kalau dengan nanoteknologi, itu berhasil diciptakan, pembuatan mobil listrik jadi lebih gampang. Karena, kalau untuk motor listriknya, teknologinya sudah ada, tetapi teknologi baterai yang untuk mendampingi motor listrik yang belum siap. Namun, saya yakin akan ke sana.
Saya melihat mungkin untuk tahap-tahap awal akan digunakan kendaraan hibrid dahulu yang memakai listrik dan BBM juga. Jadi, saat mobil itu ada listriknya, dia digerakkan oleh listrik, dan ketika mobil itu memakai BBM, dia berkesempatan men-charge baterai untuk memperoleh tenaga listrik.
Pada tahap awal, mungkin kendaraan hibrid lebih efektif. Tidak langsung 100% ke listrik. Mobil yang dipakai Dahlan Iskan 100% listrik. Maka, begitu baterai habis, kendaraannya tidak bisa jalan. Namun, kalau kendaraan hibrid, begitu baterainya habis, kendaraan itu bisa jalan dengan bensin, dan pada saat dia jalan dengan bensin, dia berkesempatan men-charge baterai. Sebenarnya sudah banyak mobil hibrid seperti itu, cuma masih mahal harganya. Namun, kalau dihitung perbandingan efisiensinya, dalam jangka panjang, pemiliknya mungkin akan lebih diuntungkan karena walau harga mobilnya mahal, tetapi harga bahan bakarnya jauh lebih murah.
Bagaimana solusi untuk infrastruktur listrik yang belum memadai?
Saya belum tahu rencana pemerintah, apakah nanti mobil itu di-charge di rumah masing-masing atau pemerintah membuat suatu teknologi yang membuat mobil itu tidak bisa di-charge di rumah tetapi harus di-charge di pangkalan-pangkalan charger tersendiri.
Kalau nantinya boleh di-charge di rumah-rumah, harus diatur agar tidak di-charge di waktu malam. Karena, kalau malam hari, nanti beban puncaknya akan naik dan kebutuhan pembangkit listrik naik dan bisa menyebabkan terjadinya pemadaman listrik bergilir. Ini harus dibicarakan dengan PLN dan PLN harus dilibatkan. Tidak bisa sembarang men-charge baterai kapan saja dan di mana saja. Saya melihat permasalahannya bukan di sisi teknologinya, melainkan di kesiapan infrastruktur untuk charge baterainya. PLN harus tahu adanya penambahan beban listrik akibat dari produksi mobil listrik nanti.
Namun, saya mendukung program mobil listrik nasional karena program tersebut bagus. Indonesia harus mempersiapkan itu dengan baik, termasuk sisi industri mobilnya. Jangan kita nanti dijadikan pasar kendaraan listrik berteknologi dari Cina atau Taiwan. Mereka menjual, kita memakai saja. Kesiapan industri mobil listrik juga harus disiapkan karena itu adalah teknologi masa depan. Saya yakin nanti 100% mobil kita akan mobil listrik. Mesinnya akan mesin listrik. Tinggal nanti sumber listriknya dari matahari atau yang lain. Tidak ada keraguan untuk itu.
(redaksi@wartaekonomi.com)
Sumber: Warta Ekonomi No 24/2012
Post a Comment